Ajakan Golput Tidak Bisa diPidana ?
Oleh : Alim Mustofa
Pegiat pemilu dan Demokrasi
Alimmustofa.com - Membaca
tulisan salah satu media dengan judul “ Mengajak Golput Saat
Pemilu Bisa Dipidana? “ terbit, 24/10/2023, memang tidak ada yang
salah dalam upaya untuk meningkatkan partisipasi pemilih untuk mensukseskan
gelaran pemilu tahun 2024. Akan tetapi juga akan bermasalah jika dalam
memberikan informasi kepada publik kemudian justru tidak memberikan pencerahan
yang adil sesuai konteks pasal dalam undang-undang pemilu.
Penjelasan dalam
tulisan sebelumnya menjelaskan bahwah ada sanksi bagi orang yang mengajak
golput atau ajakan untuk tidak menggunakan hak pilihnya pada saat pemilu,
kemudian argumentasi yang dibangun adalah pemaknaan ketentuan pasal 523 ayat 3
Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum/pemilu.
Ulasan tulisan dengan judul diatas, ada
yang kurang dalam penyampaianya atau menutupi makna dari pasal yang sebenarnya,
sehingga menimbulkan informasi yang kurang pas ketika dibaca publik. Ajakan
golput atau tidak menggunakan hak pilih pada saat pemungutan suara, sebenarnya
tidak dapat dikenakan sanksi sepanjang tidak ada unsur paksaan, ancaman
kekerasan atau ada unsur menjanjikan atau memberikan uang, untuk menggunakan
atau tidak menggunakan hak pilihnya.
Bunyi pasal 523 ayat 3 undang-undang
pemilu berbunyi “ setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau
materi lainnya kepada pemilih untuk tidak menggunakan
hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu dipidana dengan
pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp 36
juta".
Kemudian ketentuan yang sama diatur
dalam pasal 515 undang-undang pemilu yang berbunyi “ Setiap
orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih
supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak
pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Unsur-unsur pelanggaran pada pasal 515 maupun
pasal 523 adalah “ menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya”, dikategorikan
sebagai unsur pelanggaran pidana pemilu terkait politik uang. Hal yang sama
juga ditekankan pada ancaman sanksi bagi peserta,
pelaksana dan tim kampanye juga dilarang menjanjikan atau memberikan uang
atau materi lainnya dipasal 280 ayat 1 huruf j “ menjanjikan atau memberikan uang
atau materi lainnya kepada peserta Kampanye pemilu”. Kemudian ketentuan sanksi pidana atas pasal tersebut
adalah dipasal
521 “Setiap pelaksana, peserta,
dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja melanggar Larangan pelaksanaan
kampanye
Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c,
huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, atau huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
dan denda paling banyak Rp24.OOO.OOO,00 (dua puluh empat juta rupiah)”.
Dapat
dipahami bahwa ancaman sanksi pada pasal 515, 523 UU pemilu bukanlah pada unsur
ajakan golputnya akan tetapi pada unsur menjanjikan atau memberikan uang atau
materi lainnya atau dalam pemahaman umum adalah pada unsur perbuatan politik
uangnya. Karena diketentuan pasal yang lain juga diatur sanksi yang sama
terkait perbuatan menjanjikan atau memberikan uang.
Penulis
tidak bermaksud setuju dengan ajakan golput, akan tetapi penulis berupaya
meluruskan ketentuan pasal 515 atau pasal 523 yang diterjemahkan berbeda tidak
sesuai konteks yang dimaksud dalam UU pemilu. Hal ini dimaksudkan agar pembaca
mendapatkan pemahaman yang adil dan seimbang dalam memahami pesan yang
disampaikan media atau penulis sebelumnya.
Hak pilih
adalah hak konstitusional setiap warga negara yang diatur oleh
undang-undang,oleh sebab itu hak pilih digunakan atau tidak digunakan oleh
pemilik suara dengan alasan tertentu juga dilindungi oleh undang-undang,
kecuali undang – undang mengatur lain. Ajakan atau mengajak seseorang untuk
tidak menggunakan hak pilihnya sepanjang tidak ada unsur paksaan, ancaman
kekerasan atau menjanjikan atau memberiakn uang atau materi lainnya, tidak
dapat diancam dengan sanksi dalam ketentuan undang-undang pemilu.
Unsur
ajakan dalam pasal 515 atau 523 adalah bersyarat, dalam artian tidak berdiri
sendiri, akan tetapi ajakan tersebut disertai perbuatan lain, yaitu janji atau
pemberian kepada pemilih untuk menggunakan atau tidak menggunakan hak pilihnya.
Hal ini dapat dibuktikan dengan membandingkan perbuatan yang sama atau yang
kontra secara bersyarat.
Sebagai
pembanding frasa ajakan untuk tidak
menggunakan hak pilih dengan embel-embel
dijanjikan akan diberikan uang atau materi lainnya, kemudian disandingkan ajakan untuk menggunakan hak pilihnya
juga dengan embel-embel dijanjikan diberikan uang atau materi lainnya. Keduanya
memiliki konsekuensi yang sama yaitu ancaman sanksi pidana politik uang.
Perbuatan
pertama adalah ajakan untuk tidak menggunakan hak politiknya alias golput, kedua
adalah perbuatan mengajak menggunakan hak pilihnya dalam pemilu. Kedua
perbuatan atau tindakan tersebut sama – sama ada unsur janji dan pemberian uang
atau materi lainnya (politik uang). Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
perbuatan ajakan untuk tidak memilih atau golput sepanjang tidak bersyarat,
menurut hemat penulis tidak dapat dijatuhi atau diancam sanksi. Karena
timbulnya sanksi pasa pasal 515 dan 523 UU pemilu, bukan sebab ajakannya akan
tetapi karena adanya janji atau pemberian uang atau materi lainnya, yang
kemudian lebih dikenal dengan peristiwa politik uang dengan sanksi sebagaimana
diatur dalam undang-undang pemilu.(*)
Editor : Alim Mustofa