Pidana Politik Uang Pilkada | Alim Mustofa -->
Cari Berita

Advertisement

Pidana Politik Uang Pilkada

Kamis, 24 Februari 2022

  

Ilustrasi Foto Politik Uang dari alimmustofa.com

AlimMustofa.com - Pesta demokrasi senantiasa dimaknai eforia politik dalam kontestasi perebutan simpati publik untuk meraih kursi kekuasaan dalam pilkada atau pemilu. Kontestan akan melakukan apa saja untuk mendulang suara rakyat dengan menawarkan visi, misi dan program yang diusung pada saat mencalonkan sebagai kepala daerah dalam pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang secara serentak dilaksanakan pada bula Juni 2018.(14/5/2018).

Kontestasi yang ketat dan nafsu kemenangan dari pasanga calon dalam konteks pilkada inilah yang mungkin mengakibatkan cara-cara inkonstitusional dilakukan oleh peserta pemiilihan kepala daerah  untuk mempengaruhi pemilih. Hal yang paling fatal dilakukan oleh peserta pemilihan maupun tim pemenangan adalah mempengaruhi pemilih dengan cara menjajikan pemberian uang dan /atau materi lainnya untuk memilih atau tidak memilih dalam pemungutan suara di TPS.

Dalam istilah lazimnya disebut dengan money politik atau politik uang dengan metode yang dikenal sebagai serangan fajar kepada pemilih. Apalagi moment pilkada serentak tahun ini berdekatan dengan bulan puasa ramadhan dan hari raya Idzul Fitri.

Dalam pasal 73 ayat 1 undang-undang  nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang –undang nomor 1 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang nomor 1 tahun 2014 Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang – undang. Bahwa “Calon dan/atau tim Kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara Pemilihan dan/atau Pemilih”. Penjelasan dari ayat ini adalah:
Yang tidak termasuk “memberikan uang atau materi lainnya” meliputi pemberian biaya makan minum peserta kampanye, biaya transport peserta kampanye,biaya pengadaan bahan kampanye pada pertemuan terbatas dan/atau pertemuan tatap muka dan dialog, dan hadiah lainnya berdasarkan nilai kewajaran dan kemahalan suatu daerah yang ditetapkan dengan Peraturan KPU.
Lebih lanjut pengaturan sanksi terhadap pelanggaran diatas adalah berimpilkasi kepada sanksi pembatalan pasangan calon jika pelanggaran administrasi money politik ini dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masih atau disebut TSM. Pasal 135 A ayat 1 bahwa Pelanggaran administrasi Pemilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) merupakan pelanggaran yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif.

Yang dimaksud dengan “terstruktur” adalah kecurangan yang dilakukan oleh aparat struktural, baik aparat pemerintah maupun penyelenggara Pemilihan secara kolektif atau secara bersama-sama. Yang dimaksud dengan “sistematis” adalah pelanggaran yang direncanakan secara matang, tersusun, bahkan sangat rapi. Yang dimaksud dengan “masif” adalah dampak pelanggaran yang sangat luas pengaruhnya terhadap hasil Pemilihan bukan hanya sebagian seb  money politik.

Sedangkan implikasi pidana bagi pemberi dan penerima diatur di pasal Pasal 187A ayat  (1) bahwa “ Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Diayat (2) Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Beratnya sanksi yang diterapkan dalam undang-undang pemilihan kepala daerah ini, pembentuk undang-undang berharap pelaksanaan pemilihan kepala daerah agar tidak main-main dalam berkampanye. Pembentuk undang-undang berharap pelaksanaan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dapat dilaksanakan dengan berintegritas.

Oleh sebab itu kepada masyarakat pemilih dihimbau agar tidak menerima pemberian apapun dari pasangan calon, apalagi sengaja meminta sesuatu kepada pasangan calon yang hal tersebut dapat dikategorikan money politik.


Terhadap kontestan agar jangan menjerumuskan calon pemilih dengan memberikan iming-iming  pemberian atau menjanjikan uang atau materi lainnya, yang hal ini dapat mengakibatkan pemberi dan penerima berurusan dengan tuntutan pidana pemilu. (A-Liem Tan)

editor : Alim Mustofa