Kontruksi Kebijakan : Antara Kebutuhan Ekonomi Tani dengan Konservasi Hutan | Alim Mustofa -->
Cari Berita

Advertisement

Kontruksi Kebijakan : Antara Kebutuhan Ekonomi Tani dengan Konservasi Hutan

Sabtu, 13 November 2021

 

Alim Mustofa Penulis Konservasi Lingkungan
artikel ini telah dimuat di https://tugujatim.id

Alimmustofa.com - Agak mengejutkan Ketika mendengar informasi peristiwa banjir bandang di beberapa desa Kota Batu, yang nota bene adalah kota diatas gunung atau pegunungan. Akan tetapi kenyataannya memang telah terjadi banjir bandang yang membawa korban jiwa dan kerugian material yang tidak sedikit di Kota Wisata icon Jawa Timur ini.


Lahan pertanian bunga, kendang ternak, rumah pemukiman semua hilang dalam sekejap diterjang banjir. Banjir bandang disertai lumpur dan potongan kayu bekas penebangan, sampah, bambu yang menutupi aliran sungai sepanjang jalan dan pemukiman penduduk dan Kawasan pertanian.


Melihat secara langsung kelokasi banjir bandang, banyak ditemukan material kayu hutan bekas pemotongan, sampah, bambu, yang kesemuanya adalah berasal dari hutan dan sampah pemukiman. Timbunan pasir dan material lainnya menutupi aliran sungai menyebabkan sumbatan yang mengganggu fungsi sungai.


Peristiwa ini pada akhirnya mengundang berbagai komentar terkait penyebab banjir bandang. Alih fungi hutan menjadi lahan pertanian tanpa diimbangi dengan niatan konservasi hutan sebagai fungsi resapan adalah penyebab berbagai macam bencana.


Menilik dari peristiwa ini, menurut penulis ada dua benang merah yang menjadi akar masalah dalam peristiwa ini. Pertama adalah hilangnya fungsi hutan sebagai resapan air, hilangnya hutan di Kota Batu dimulai sejak masa reformasi kemudian berlanjut tanpa ada pengendalian dari pemegang kebijakan, semakin memperparah kerusakan hutan karena pengalihan fungsi hutan untuk lahan pertanian, industri pariwisata dengan berbagai alasan (ekonomi, peningkatan pendapatan daerah dll). 

Kedua adalah desakan ekonomi penduduk Kota Batu yang mayoritas adalah sektor pertanian sayur, petani bunga (pertanian Holtikultura). Area hutan kecamatan Bumiaji ditahun 90-an yang sangat lebat, kini telah hilang beralih fungsi menjadi lahan pertanian, baik pertanian warga maupun oleh kalangan pengusaha besar.


Variabel lain adalah hilangnya kesadaran warga terhadap perlakukan ramah lingkungan (kebiasan buang sampah, penyediaan resapan) menjadi bagian yang mempengaruhi sumber bencana. Selain daripada itu adalah fungsi pengendalian pemerintah selaku regulator terhadap tatakelola kota terhadap kebijakan rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang tidak selaras dengan semangat konservasi lingkungan.


Dengan status Kota Batu sebagai kota wisata, ada icon yang hilang dari Kota bekas bagian Kabupaten Malang ini, julukan Batu Kota Apel sekarang bergeser menjadi Batu Kota Wisata, yaitu dengan penyematan nama baru kota wisata batu (KWB). Pergeseran ini tentunya berdampak pada perubahan kebijakan perencanaan pembangunan kota, dari kota apel sebagai simbul hasil pertanian kemudian menjadi kota wisata.


Yang permasalahan diatas, bagaimana mempertemukan dua benang merah diatas, antara kebutuhan ekonomi pertanian dengan kebutuhan konservasi lingkungan. Tentuannya solusi tersebut dituangkan dalam kebijakan politik daerah. 


Pembangunan konsep pariwisata sebagai konsekuiensi perubahan icon  dari kota Apel (pertanian) ke Industri pariwisata dengan tidak disertai kebijakan konservasi lingkungan yang kuat, sudah barang tentu akan menimbulkan dampak lingkungan yang dramatis. Hutan yang tadinya merupakan ruang hijau kini berubah fungsi menjadi lahan pertanian sayur, pertanian bunga, bangunan hotel, vila dan aktivitas ekonomi lainnya. Sementara hutan yang dulu sebagai paru-paru kota sebagai penjaga hawa sejuk dan lumbung air kini hilang tanpa ada upaya penyelematan dari pemegang kebijakan.


Tapi ya udahlah, nasi telah menjadi bubur, penyesalan tanpa tidakan bukanlah sikap terbaik. yang paling urgen hari ini adalah bagaimana menyelamatkan Kota Batu dari bencana yang lebih besar dengan tetap mempertemukan antara kebutuhan ekonomi warga Kota Batu terutama bagi petani ( sayur, bunga) dengan kebijakan konservasi lingkungan yang sama-sama penting.


Perlu kiranya pemerintah Kota Batu mengajak para ahli untuk membuat rumusan kebijakan strategis untuk menyelamatkan Kota Batu, tentunya juga melibatkan para pihak (swasta, pelaku wisata,pertanian) dan pemerintah provinsi dan pemerintah pusat serta lintas sektoral karena ada pihak perhutani dll.