Netralitas ASN Dalam Pemilu | Alim Mustofa -->
Cari Berita

Advertisement

Netralitas ASN Dalam Pemilu

Senin, 16 April 2018

  • Dasar Hukum Netralitas ASN dalam Pemilu

Netralitas bagi ASN ditegaskan di berbagai undang-undang diantaranya di undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara Pasal 2 mencantumkan Netralitas sebagai prinsip yang harus dipegang oleh ASN. Pasal 2 tersebut kembali diperjelas di Pasal 9 ayat (2) undang-undang yang sama “Pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik”.

Sedangkan di Undang-undang kepemiluan, Netralitas ASN juga ditegaskan baik oleh Undang-undang Pilkada yaitu Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015  Jo. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang Pasal 70 yang melarang calon kepala daerah melibatkan ASN, Polri dan TNI dalam Kegiatan Kampanye. Larangan yang sama juga ditegaskan dalam Pasal 280 ayat (2) Huruf (F) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (selanjutnya disebut UU Pemilu).
Penormaan pembatasan hak politik ASN tidak hanya berhenti di tingkat undang-undang tetapi juga diatur lebih detail di hierarki perundang-undangan yang lebih rendah seperti PP. No. 53 tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Dalam PP tersebut larangan keterlibatan ASN dalam Kampanye dijelasakan secara lebih detail yaitu meliputi: (a) Ikut serta sebagai pelaksana kampanye, (b) menjadi peserta kampanye denganmenggunakan atribut partai atau atribut PNS, (c) sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain; dan/atau (d) sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara. Sedangkan dalam PP Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korp dan kode etik Pegawai Negeri Sipil Tidak secara detail mengatur larangan hak politik ASN hanya dalam Pasal 6 PP. 42 Tahun 2004, ASN diwajibkan berkerja secara profesional, Netral dan bermoral tinggi serta dalam Pasal 11 ASN juga diwajibkan menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok, maupun golongan. Pengertian Netral dan menghindari konflik kepentingan sebagaimana dimaksud dalam PP. 42 tahun 2004 tersebut tentunya sama dengan larangan dukung mendukung pasangan calon.

Respon yang senada juga diberikan oleh Menteri PAN-RB, melalui surat bernomor B/71/M.SM.00.00/2017 MENPAN-RB secara khusus mengatur tentang pelaksanaan netralitas ASN dalam pelaksanaan Pilkada serentak 2018 dan pemilihan umum tahun 2019. Dalam surat yang dikeluarkan MENPAN-RB ini larangan keterlibatan ASN dalam dukung mendukung calon  peserta pemilu tidak hanya ketika calon tersebut sudah ditetapkan sebagai calon tetapi juga berlaku sebelum penetapan sebagai calon kontestan pemilu semisal: (a) larangan melakukan pendekatan terhadap partai politik terkait rencana pengusulan dirinya ataupun orang lain sebagai bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah (b) larangan memasang sepanduk/baliho yang mempromosikan dirinya atau pun orang lain sebagai bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah (c) larangan mendeklarisikan dirinya sebagai calon kepala daerah (d) larangan mengahadiri deklarasi pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah baik dengan menggunakan atribut maupun tidak menggunakan atribut pasangan calon atau atribut partai politik (e) larangan mengunggah atau menanggapi (seperti like, komentar dan sebagainya) menyebarluaskan gambar, foto atau visi misi pasangan calon melalui saluran media daring dan (f) larangan menjadi narasumber dalam pertemuan yang diadakan partai politik.

Namun demikian pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana surat edaran dari MENPAN-RB di atas belum bisa dimasukkan pada delik pelanggaran pemilu, pelanggaran diatas masih sebatas pelanggaran kode etik yang penyelesaiannya berada di internal pejabat tata usaha (birokrasi) itu sendiri. Hal ini berkelindan dengan  surat Komisi ASN Nomor B-2900/KASN/11/2017 yang dengan tegas menyatakan bahwa keterlibatan ASN dalam dukung mendukung calon kepala daerah sudah termasuk pelanggaran nilai dasar, kode etik dan kode prilaku meskipun calon tersebut belum ditetapkan oleh KPU sebagai calon.

Berangkat dari narasi diatas, jelas sekali bahwa netralitas ASN berhukum fardu ain yang wajib ditunaikan bahkan semenjak belum ada pasangan calon yang ditetapkan oleh KPU. Demikian juga jelas bahwa domain penyelenggaran pemilu dalan hal melakukan menindakan atas pelanggaran netralitas ASN hanya ketika sudah ada pasangan calon. Penyelenggara pemilu seperti Bawaslu hanya bisa melakukan upaya pencegahan manakala belum ada pasangan calon yang ditetapkan.
Baca Juga: Download Perbawaslu No 10 Tahun 2018
Hakikatnya beberapa regulasi diatas masih membutuhkan penjelasan lebih detail lagi dari BAWASLU RI. Fungsi perbawaslu tidak hanya memberikan penjelasan lebih rinci atas rumusan pasal-pasal tentang pelanggaran terhadap netralitas ASN tetapi juga menegaskan fungsi, tugas dan wewenag bawaslu di daerah. Bawaslu daerah  bukan bawahan dari kementrian ataupun KASN sehingga tidak wajib tunduk atas produk hukum yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga kemeterian ataupun lembaga KASN.     
  • Penegakan Hukum Bagi ASN yang Tidak Netral
Sebagaimana dijelaskan dalam paragraf sebelumnya, bahwa penegakan hukum oleh Bawaslu atas netralitas ASN hanya bisa dilakukan manakala sudah terdapat pasangan calon definitif. Berkaitan dengan hal tersebut, Pasal 103 UU. Pemilu memberi batasan wewenang bagi bawaslu yaitu hanya merekomendasikan hasil kajian pelanggaran netralitas ASN kepada intansi yang bersangkutan. Lalu siapa intansi yang bersangkutan ? untuk mengetahui instansi yang bersangkutan tentunya kita harus menelusuri di perundang-undangan lain yang berkiatan dengan sistem kebirokrasian. Dalam sistem kebirokrasian jamak dikenal adanya Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) yang diberi keweanagan mengawasi kinerja birokrasi serta menentukan pelanggaran yang dilakukan oleh birokrasi (Pasal 20 UU. No. 30 Tahun 2014), APIP di internal pemerintah adalah inspektorat yang sudah banyak terbentuk didaerah-daerah hingga tingkat kabupaten/kota, demikian juga atasan dari semua birokrasi sebagai pejabat pembina kepegawaian (PPK) juga diberi kewenangan pembinaan dan memberi sanksi adminitrastif pada pejabat bawahannya (PP. No.9 Tahun 2003) . Oleh karenanya tidak salah juga bila bawaslu merekomendasikan pada atasan dari ASN yang melakukan pelanggaran tersebut. Disamping itu terdapat KASN yang dibentuk untuk menjaga sistem mirit dalam rekrutmen ASN tetap berjalan dan tidak terganggu oleh dukung mendukung pasangan calon. Atas dasar tersebut KASN juga bisa jadi jujukan bagi Bawaslu untuk merekomendasikan pelanggaran ASN terhadap asas netralitas.
Baca Juga: Download Materi Pengawasan Tahapan Pemilu Dan Pemilihan
Foto: Jamil, SH., MH
Penulis: Jamil, SH.MH
Pekerjaan: Anggota Panwaslu Kabupaten Sidoarjo
Publiser: A-Liem Tan