Memahami Pembelaan Diri Atas Pengeroyokan | Alim Mustofa -->
Cari Berita

Advertisement

Memahami Pembelaan Diri Atas Pengeroyokan

Selasa, 08 Juli 2025

 


 

 

Alimmustofa.com - Posisi Fathurochim (25) warga Blimbing  Kota Malang, pelakupenusukan salah satu anggota pencak silat (PSHT) memang tidak dapat dibenarkan, dengan alasan apapun. Akan tetapi rombongan bermotor (konvoi) membuat kebisingan ditengah malam juga prilaku yang keliru dan mengganggu ketertiban,kenyamanan warga yang dilewatinya.

 

Jika kronologi peristiwa yang disampaikan Fathurochim(pelaku) dimedia benar, bahwa peristiwa diawali dengan rombongan bermotor yang membuat bising dengan motor yang di bleyer-bleyer,tentu semua orang akan terganggu,apalagi diwaktu dini hari.

 

Memahami posisi pelaku penusukan, dengan mengabaikan kondisi pelaku yang terpengaruh minuman keras, dengan prinsip “ seseorang terancam jiwanya, pasti akan berupa menyelamat diri, ini naluri setiap makhluk hidup” dengan cara apapun yang penting bisa selamat.

 

Hal yang sama pernah aku alami 31 tahun yang lalu,tepatnya 26 agustus 1994 disekitar Wendit. Hari itu pukul 23.45 wib kami berempat jalan kaki dari Lowok Padas (Kel.Pandanwangi kearah Asrikaton - Pakis) menuju kos teman, kebetulan bulan agustus taman  rekreasi Wendit masih ramai liburan Idzul Fitri, dan dilapangan DesaAsrikaton ada hiburan dangdutan.

 

Ketika kami melintasi depan taman rekreasi Wendit, meski sudah larut malam masih banyak anak-anak muda nongkrong, ada beberapa anak muda yang kemudian mengumpat-umpat kami tanpa sebab. Kami tidak merespon umpatan mereka, akan tetapi begitu jumlah mereka semakin banyak, 35 orang lebih , mereka semakin keras mengumpat (Jancok) dan ada nada tantangan ke kami berempat. Spontan aku menengok kearah mereka, tanpa diduga mereka serempak mengepung aku, tidak celah sedikutpun untuk meloloskan diri.

 

Aku memisahkan diri dari Ketiga temen yang lain, otomatis aku terkepung oleh gerombolan mereka dan menargetkan aku sebagai sasaran pengeroyokan dengan pukulan bertubi-tubi kearah wajah dan tubuh ku. Rasanya wajah ini seperti Samsaktanpa ampun mereka menghujamkan tinju masalnya ke wajah ku.

 

Dalam posisi seperti ini, aku berfikir bagaimana bisa bertahan hidup dengan cara apapun,termasuk jika harus membalas serangan mereka dengan resiko terluka parah atau mungkin tewas. Hal yang terfikir adalah hidup atau mati dalam kondisi terdesak tanpa ada kesempatan untuk menjelaskan kesalah pahaman ini.

 

Aku berfikir dalam situasi yang sempit, akhirnya aku melakukan perlawanan dengan merebut salah satu celurit dari kelompok mereka. Celurit aku arahkan ke mereka,tetapi mereka mengepung rapat-rapat dengan posisi aku berada ditengah.

 

Saat aku berhasil memegang krah baju salah satu dari mereka,  tangan kananku meletakkan celurit dilehernya, akan tetapi aku masih berfikir sadar,jika aku menarik celurit  yang melingkar dileher lawan, dapat dipastikan lawan aku akan tewas dan aku harus berurusan dengan hukum, dan aku putuskan melepaskan lawan.

 

Akan tetapi mereka terus berusaha memukuli aku dengan kayu,sabuk berkepala Dayak, batu bata, dan beberapa juga menggunakan batu. Situasi semakin kacau, jumlah mereka semakin banyak dan semakin brutal. Mereka memukuli aku layaknya pencuri ketangkap massa, untuk kedua kalinya aku mampu menarik leher lawan dengan tanga kiri dan tangan kanan melingkarkan celurit yang aku rebut ke leher salah satu dari mereka, tetapi Kembali aku mampu menahan diri dengan tidak menarik celurit dileher lawan. Aku teringat dengan salah satu pengeroyok yang memukul dengan gaya petinju, memukul wajah aku berulangkali, saat lehernya udah ku lingkari celurit, gemetar juga dia.

 

Kepungan mereka semakin longgar karena tangan kananku mengarahkan celurit kearah mereka, sampai ada kesempatan untuk meloloskan diri dari kepungan mereka, aku berhasil lari sekencang-kencangnya menjauh dari mereka kearah Asrikaton.

 

Dalam situasi aku lari kearah Asrikaton,ternyata didepan aku udah dihadang puluhan orang, sebelum ketangkap,aku lempar celurit ditangan kananku. Beruntung begitu ketangkap aku diintrogasi oleh anggota TNI AU, akhirnya aku dilindungi sampai pagi hari. Tak ada luka diwajah dan tubuhku meski puluhan kali pukulan mendarat diwajah dan badanku, hanya goresan kecil dibawah telinga kiri, akibat hantaman batu bata.

 

Peristiwa ini menyerupai dengan apa yang dialami Fathurochim pelaku penusukan salah satu anggota perguruan silat di Malang beberapa hari lalu, bedanya aku tidak terpengaruh minuman keras,sehingga masih mampu berfikir jernih meski dalam kondisi terancam, sementara pelaku penusukan di Kecamatan Blimbimg Kota Malang dalam kondisi terpengaruh minuman keras.

 

Hal yang sama mungkin adalah pengeroyokan yang membabi buta oleh kelompok orang yang sama-sama  tersulut emosi. Satu sama lain tidak mampu menahan diri, satu pihak merasa terganggu disisi lain ada yang merasa tersinggung.

 

Maka atas peristiwa tragis ini, semua menginginkan hal ini tidak terjadi dan jangan sampai terulang lagi. Prinsipnya ketika orang dalam kelompok besar disitu ada potensi kerusuhan, apa lagi kumpulan orang tersebut mempunyai perikatan tertentu, akan menimbulkan primodialisme buta.

 

Dalam sudut pandang ini, aku agak memahami posisi pelaku, meski tidak membenarkan perbuatannya. Semoga pihak berwajib mampu bertindak sesuai asas-asas hukum yang tepat dan profesional dalam penanganan perkaranya. Sehingga semua pihak yang terlibat akan mendapatkan hukuman sesuai dengan  kualitas perbuatannya.

 

Bagi kelompok yang menjadi korban penusukan juga harus mawas diri Ketika mereka berkelompok berkendara di jalan raya juga harus menghormati lingkungan sekitarnya, karena warga sekitar juga butuh kenyamanan dan rasa aman.

 

Karena menurut pendapatku “ Belajar beladiri sesungguhnya  untuk melatih mental, melatih karakter, agar menjadi pribadi yang kuat/tangguh dalam berfikir,dan bertindak, bukan untuk gagah-gagahan ala PREMAN”.

"Ilmu yang terbaik adalah sabar dan banyak temen", dari sinilah aku memutuskan keluar dari salah perguruan pencak silat di Malang, karena selama ikut beladiri,ada aja kejadian yang arahnya kekeributan. karena pengalaman diatas adalah peristiwa kedua aku lolos dari pengeroyokan dari kesalah pahaman (*)

 Editor : AlimMustofa


Catatan : 

- Tahun 1994 Malang masih ada sisa-sisa budaya gangster sehingga sering terjadi  bentrokan antar gangster

- Giman - disiram bakso beruntung tidak ada luka, 

- Andri Dan  Handoko - juga selamat karena mengaku anak Blimbing, daerah yang cukup  disegani.