TERKENA NAJIS DI TENGAH SHALAT | Alim Mustofa -->
Cari Berita

Advertisement

TERKENA NAJIS DI TENGAH SHALAT

Senin, 16 Desember 2019


Ustad Asep Hidayatulloh

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Orang yang terkena najis di pertengahan shalatnya diharuskan untuk membuang najis tersebut seketika itu juga dari bagian tubuh atau pakaian yang terkena najis, dan ia tetap harus melanjutkan shalatnya, sebab najis ini tergolong najis yang ma’fu (ditoleransi/dimaafkan). Ketentuan seperti ini ketika najis yang mengenainya adalah najis yang kering. Berbeda halnya ketika najis yang mengenainya adalah najis yang basah. Maka dalam hal ini, ia hanya bisa melanjutkan shalatnya dengan cara melepas pakaiannya seketika itu juga, ketika memang dengan melepas pakaian auratnya tetap tertutup. Jika tidak, maka shalatnya menjadi batal. Begitu juga ketika najis yang basah ini mengenai kulitnya, maka tidak ada jalan lain kecuali membatalkan shalatnya, sebab najis yang basah ini bukan merupakan najis yang ma’fu.

Penjelasan tersebut sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam kitab Manhaj at-Thullab:

قال: (لا) إن عرض (بلا تقصير) من المصلي كأن كشفت الريح عورته أو وقع على ثوبه نجس رطب أو يابس ( ودفعه حالا ) بأن ستر العورة ، وألقى الثوب في الرطب ، ونفضه في اليابس فلا تبطل صلاته ، ويغتفر هذا العارض اليسير

“Tidak batal jika baru datang pada orang yang shalat sesuatu yang membatalkan tanpa adanya tindak kecerobohan dari orang yang shalat. Seperti auratnya terbuka sebab terkena angin atau jatuh perkara najis mengenai pakaiannya, dan ia mencegahnya seketika itu juga dengan cara menutup auratnya, melepas pakaiannya pada najis yang basah dan membuang najis yang kering, maka shalatnya tidak batal. Dan hal yang bersifat baru datang yang sebentar ini ma’fu.” (Syekh Zakariya al-Anshari, Manhaj at-Thullab, juz ٢ , hal ٤٨١)

Berbeda halnya ketika wujudnya kotoran burung atau cicak ini begitu banyak dan berada di tempat shalat saja, tidak sampai mengenai bagian tubuh dan pakaian orang yang shalat, seperti yang sering kita lihat di berbagai mushala-mushala pedesaan. Maka kotoran burung atau cicak ini dapat dihukumi ma’fu dengan tiga syarat. Pertama, seseorang tidak menyengaja berdiri di tempat yang terdapat kotoran burung atau cicak tersebut. Kedua, kotoran tersebut tidak basah. Ketiga, sulit untuk menghindari kotoran ini. Seperti yang terdapat dalam kitab I’anah at-Thalibin:

قال: (قوله ومكان يصلى فيه) أي وطهارة مكان يصلى فيه ويستثنى منه ما لو كثر ذرق الطيور فيه فإنه يعفى عنه في الفرش والأرض بشروط ثلاثة أن لا يتعمد الوقوف عليه وأن لا تكون رطوبة وأن يشق الاحتراز عنه

“Dan disyaratkan sucinya tempat yang dibuat shalat. Dikecualikan dari hal ini permasalahan ketika banyak kotoran burung di tempat tersebut. Maka kotoran ini dihukumi najis yang ma’fu ketika berada di tanah atau permadani (Jawa: jemek) dengan tiga syarat. Tidak menyengaja berdiam diri di tempat yang terdapat kotoran tersebut, kotoran tidak dalam keadaan basah dan sulit untuk dihindari.” (Sayyid Abu Bakar Syatho’, Hasyiyah I’anah at-Thalibin, juz 1, hal. ٨٠)

Jadi, ketika orang yang sedang shalat terkena najis berupa kotoran burung atau cicak maka ia harus segera membuangnya ketika najis tersebut dalam keadaan kering. Berbeda halnya ketika najis tersebut basah, maka ia harus melepas pakaiannya jika tidak sampai membuka aurat, jika sampai membuka aurat atau najis tersebut mengenai kulitnya maka shalatnya menjadi batal.

والله أعلم بالصواب وإليه المرجع والمآب

Al-Faqir Asep Hidayatulloh

Editor      : Alim Mustofa