Oleh:
Fajar Santosa, S.H., M.H.
Peneliti
dan Advokat di Rumah Hukum dan Kebijakan Publik
alimmustofa.com - Peristiwa
terbunuhnya seorang begal akibat tusukan benda tajam oleh seorang pelajar (ZA)
yang dipalaknya, di Malang Selatan menarik untuk dikaji secara hukum pidana. ZA
diduga melakukan penusukan karena yang bersangkutan berusaha melawan tindakan
begal dan kawanannya yang akan memperkosa gadis yang bersamanya.
Isu
hukumnya dalam konteks pertanggungjawaban pidana, apakah perbuatan sang pelajar
tersebut memenuhi kategori pembelaan terpaksa yang jika hal tersebut dapat
dibuktikan maka yang bersangkutan akan dilepaskan dari jerat hukum?
Analisis
Hukum:
Bahwa
hukum pidana materiel selain memuat norma dan sanksi juga mengatur tentang syarat-syarat
tertentu yang harus dipenuhi/harus ada bagi seorang pelaku tindak pidana untuk dapat dijatuhi sanksi pidana. Untuk dapat
dipidana pelaku harus memiliki kemampuan bertanggungjawab secara hukum.
Dalam pasal 44
KUHP rumusan syarat-syarat kemampuan bertanggungjawab dirumuskan secara negatif.
Artinya dalam rumusan
dikemukakan alasan-alasan yang ada pada diri si petindak yang dapat digunakan
sebagai dasar untuk menyatakan tidak mampu bertanggungjawab.
Dalam konteks pembuktian yang harus dibuktikan adalah ketidakmampuan
bertanggungjawab secara hukum.
Beberapa
rumusan yang menyebabkan seorang pelaku tindak pidana tidak dapat dipidana
dibagi dalam kategori alasan pemaaf dan alasan pembenar. Alasan pemaaf:
perbuatannya terbukti melanggar UU, perbuatannya tetap bersifat melawan hukum
namun karena hapusnya kesalahan pada diri pembuat sehingga perbuatannya tidak
dapat dipertanggungjawabkan. Alasan pembenar: tidak dipidananya si pembuat
karena perbuatan tersebut kehilangan sifat melawan hukumnya suatu perbuatan.
Dasar alasan pemaaf: ketidakmampuan bertanggung jawab
akibat sakit jiwa;
pembelaan terpaksa yang
melampaui batas; menjalankan perintah jabatan yang tidak sah dengan
itikad baik. Dasar alasan pembenar: adanya daya paksa; pembelaan terpaksa; penjalankan perintah UU; menjalankan
perintah jabatan yang sah. Dalam kualifikasi adanya
alasan pemaaf suatu tindak pidana perbuatannya terbukti melanggar UU,
perbuatannya tetap bersifat melawan hukum namun karena hapusnya kesalahan pada
diri pembuat sehingga perbuatannya tidak dapat dipertanggungjawabkan. Sementara
dalam kualifikasi adanya alasan pembenar tidak dipidananya si pembuat karena
perbuatan tersebut kehilangan sifat melawan hukum-nya.
Dalam
peristiwa konkrit terbunuhnya begal tersebut diatas, sang pelajar ZA telah
ditetapkan oleh kepolisian sebagai tersangka dugaan penganiayaan yang
menyebabkan kematian. Berkembang diskursus, apakah ZA tetap akan dihukum
mengingat yang bersangkutan mengaku melakukan perbuatan tersebut untuk membela
kehormatan kesusilaan dari pacarnya yang hendak diperkosa oleh kawanan begal
yang mencegatnya. Dengan kata lain timbul pertanyaan apakah ZA dapat dimintai
pertanggungjawaban secara pidana atas kematian begal yang ditusuknya, mengingat
ZA melakukan perbuatan dimaksud dalam rangka melakukan pembelaan terpaksa
sebagaimana dikualifikasi dalam pasal 49 ayat (1) KUHP? Untuk memenuhi
kualifikasi pembelaan terpaksa, para ahli hukum pidana menetapkan adanya
beberapa persyaratan, yaitu:
1.
Karena
terpaksa/sifatnya terpaksa;
2.
Dilakukan
ketika timbulnya ancaman serangan dan berlangsungnya serangan;
3.
Untuk
mengatasi adanya ancaman serangan atau serangan yang bersifat melawan hukum;
4.
Harus seimbang dengan serangan yang
mengancam;
5.
Pembelaan
terpaksa hanya terbatas dalam hal mempertahankan 3 macam kepentingan hukum,
yaitu: kepentingan hukum atas diri (badan/fisik); kepentingan hukum mengenai
kehormatan kesusilaan; kepentingan hukum mengenai kebendaan.
Analisis
ini jelas memiliki keterbatasan mengingat penulis tidak bisa mengakses Berita
Acara Pemeriksaan terhadap ZA, yang dari BAP itu akan tergambar secara utuh dan
sempurna bagaimana proses kejadian sebelum dan sesudah ZA menusukkan pisau ke
tubuh sang bekal, serangan macam apakah yang diterima ZA dari para begal. Dalam
analisis kami, kualifikasi terpaksa terpenuhi. ZA jelas terpaksa melakukan
perlawanan terhadap komplotan begal yang mengganggunya. Keberadaan komplotan
begal itu jelas menimbulkan ancaman bagi keselamatan ZA dan temannya dan yang
namanya begal pasti akan berupaya melakukan tindakan agresif untuk menyerang
sasaran kejahatannya. Berdasarkan keterangan ZA, tindakannya menusuk salah
seorang begal adalah upaya ZA untuk
melawan kawanan begal yang akan memperkosa gadis yang bersamanya. Unsur
yang relatif sulit untuk dianalisis adalah bahwa tindakan pembelaan terpaksa
itu harus seimbang dengan serangan yang mengancamnya. Penegak hukum harus
mendalami dengan cermat apakah tindakan menusukkan pisau ke tubuh begal itu
seimbang dengan ancaman riil yang tengah dihadapi ZA.
Tulisan
ini tentu tidak bermaksud menjadi “pengadilan” bagi ZA . Pengadilan Negeri-lah
yang nanti akan memeriksa sejumlah alat
bukti dan menjawab apakah tindakan ZA itu masuk dalam kualifikasi pembelaan
terpaksa sebagaimana dimaksud pasal 49 ayat 1 KUHP atau tidak. Mencari
kebenaran materiel, itulah tugas hukum acara pidana yang digelar dalam criminal
justice system kita. Dengan prose hukum yang baik dan adil maka kebenaran
materiel akan ditemukan. Kebenaran materiel ialah kebenaran yang
selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan
hukum yang jujur dan tepat. Tujuannya bukan hanya mengetahui pelaku yang dapat
didakwa dan diperiksa dihadapan pengadilan tapi juga apakah seorang pelaku
tindak pidana dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.
Wallahu Alam.
Kajian dan Analisa Hukum RHKP sebagai wujud pembejaran hukum kepada publik.