Agama bukan Sumber Konflik, Jangan Ada yang Berfikir Meniadakan Pendidikan Agama di Sekolah | Alim Mustofa -->
Cari Berita

Advertisement

Agama bukan Sumber Konflik, Jangan Ada yang Berfikir Meniadakan Pendidikan Agama di Sekolah

Senin, 08 Juli 2019


Jakarta, 6 Juli 2019 

alimmustofa.com - Agama bukan sumber konflik. Agama hadir justru untuk menyelesaikan konflik. Karena agama merupakan solusi perdamaian dunia. Untuk itu jangan ada yang berfikir untuk meniadakan pendidikan agama di sekolah. 

Melalui agama Tuhan memperkenalkan dirinya, sehingga manusia mengenal sifat-sifat Tuhan. Kita mengenal Allah sebagai Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang dan seterusnya justru karena peran agama.

Selain itu, melalui agama manusia juga mengenal bagaimana pola hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia lainnya, serta hubungan manusia dengan alam lingkungannya. Semua itu dimaksudkan agar menusia dapat mencapai kebahagiaan hakiki, baik di dunia maupun setelah kematiannya. 

Antar sesama manusia, Nahdlatul Ulama merumuskan trilogi persaudaraan. Persaudaraan sesama muslim (ukhuwah islamiyah), persaudaraan sesama warga negara (ukhuwah wathaniyah) dan persaudaraan sesama anak cucu Nabi Adam (ukhuwah basyariyah atau ukhuwah insaniyah).

Untuk apa trilogi ukhuwah itu? Agar kehidupan yang harmoni dapat dicapai, agar perdamaian dunia bukan sekadar mimpi, agar kesejahteran dan keadilan sosial dapat digapai. Dengan begitu martabat kemanusiaan dapat dijunjung tinggi.

Itulah ajaran Islam. Karena secara harfiah Islam berarti ‘damai’, ‘selamat’, ‘aman’, atau ‘tenteram’. 

Indonesia memang bukan negara agama, tapi berdasarkan konstitusi, tidak seorang pun warga negara
boleh tidak beragama. Meskipun demikian, Indonesia bukan negara sekuler yang memisahkan antara negara dengan agama dengan tembok pembatas. 

Untuk itu negara harus tetap hadir melalui peran pendidikan agama di sekolah. Namun demikian, pendidikan agama di sekolah tidak boleh memperhadapkan secara vis a vis antara negara dan agama. Ajaran agama yang dikembangkan di sekolah harus moderat dan toleran yang sekaligus menumbuhkan semangat nasionalisme tinggi. Agar setiap pemeluk agama taat kepada agamanya, namun sekaligus mencintai tanah airnya.(*)

Salam,
Robikin Emhas
Ketua  Pengurus Harian Tanfidziyah PBNU