Alimmustofa.com - Sebagaimana tulisan terdahulu, dalam PKPU No 3 Tahun 2017
masih memberi kesempatan kepada Parpol atau Gabungan Parpol apabila ada hal2
yang sangat urgen dan tidak bisa dihindari dari kenyataannya. Pasal 78 ayat (1)
menyatakan "Penggantian Bakal Calon atau Calon dapat dilakukan oleh Parpol
atau Gabungan Parpol atau Calon Perorangan dalam hal; a. dinyatakan tidak memenuhui
syarat kesehatan, b. berhalangan tetap, dan c. dijatuhi pidana berdasarkan
putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap".
Berhalangan tetap yaitu dalam keadaan
meninggal dunia dibuktikan dengan Surat Keterangan dari Lurah/Kepla Desa
setempat, dan tidak mampu melaksanakan tugas secara permanen dibuktikan dengan
Surat Keterangan Dokter Rumah Sakit Penerintah. Jadi, Abah Anton dan Ananda
tidak masuk dalam kriteria ini, sehingga Parpol/Gabungan Parpol tidak bisa
menggantikan dengan calon atau figur lainnya.
Sedangkan putusan pengadilan yang berkekuatan
hukum tetap, keduanya belum menjadi terdakwa dan belum disidangkan di
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
UU PEMERINTAHAN DAERAH
Bagaimana dengan UU No 23 Tahun 2014 yang mengatur
tentang kepala daerah telah dilantik dan menjabat kepala daerah, prosedur,
mekanisme pemberhentian kepala daerah jika menjadi terdakwa, ditahan dalam
proses sidang di Pengadilan Negeri karena perbuatan pidana kriminal dan di
Pengadilan Tipikor karena perbuatan pidana korupsi.
Abah Anton setelah berakhir masa kampanye dan
memasuki masa tenang kembali lagi sebagai Walikota Malang aktif. Tetapi
sehubungan dengan penahanan oleh KPK, maka akan terjadi Pelaksana Tugas (Plt). Apakah
Wakil Walikota Malang Sutiaji yang juga kembali aktif jika tidak terseret dan
ditahan dalam kasus ini, apakah masih tetap Plt pejabat yang sekarang, semuanya
tergantung dari Gubernur Jatim Pak dhe Karwo sebagai wakil pemerintah pusat.
Seandainya Abah Anton atau Ananda yang keluar
sebagai pemenang dalam Pilkada, sedang berdua ditahan dan disidangkan, kemudian
mengikuti jadwal atau tahapan pelantikan. "akan terasa lucu" apabila
diambil sumpah/janji seperti yang diamanatkan UU No 23 Tahun 2014, Pasal 61
"Kepala Daerah sebelum memangku jabatannya dilantik dengan ucapan
sumpah/janji yang dipandu oleh pejabat yang melantik" dan disaksikan para
undangan. Isi dari sumpah/janji yang diucapkan adalah kata2, "....dan
menjalankan segala UU dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti
kepada masyarakat, nusa dan bangsa".
Sumpah/Janji ini menyebut Allah/Tuhan sebagai
saksi, tetapi keduanya "diduga" melakukan perbuatan melawan hukum.
Apakah layak dan pantas. Jika keduanya tidak melanggar ketentuan
perundang-undangan, maka berani mengucapkan sumpah/janji. Tetapi, keduanya
merasa pernah melanggar sebaiknya jangan mengambil/mengucapkan sumpah/janji dan
tidak mau dilantik, karena Allah/Tuhan maha mengetahui segalanya.
Setelah dilantik kembali ke tahanan KPK, maka
diatur dalam Pasal 65 ayat (3) menyatakan "Kepala Daerah yang sedang
menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara, wakil kepala daerah
melaksankan tugas dan wewenang kepala daerah".
Prosedur dan mekanismenya kepala daerah
dilantik dulu, setelah itu kembali ke tahanan dan dikeluarkan tugas serta kewenangan
kepala daerah dengan mengangkat wakil kepala daerah sebagai Plt sampai kasusnya
mempunyai kekuaran hukum tetap, baru wakilnya dapat dilantik menjadi kepala
daerah dengan melihat regulasi lainnya.
PEBERHENTIAN KEPALA DAERAH
Dalam UU No 23 mengatur tentang pemberhentian
kepala daerah dan wakil kepala daerah. Pasal 78 ayat (1) menyatakan
"kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena; a. meninggal
dunia, b. permintaan sendiri, dan c. diberhentikan". Pemberhentian ini
antara lain melanggar sumpah/janji kepala daerah/wakil kepala daerah dan
melakukan perbuatan tercela.
Jika Abah Anton dan Ananda dengan sukarela
mengundurkan diri atas permintaan sendiri sebelum putusan pengadilan yang
mempunyai kekuatan hukum tetap, karena merasa proses hukum yang panjang dan
demi kepentingan masyarakat Kota Malang.
Apabila putusan Pengadilan Tipikor menghukum
dengan pidana penjara, maka tergantung dari pribadi masing-masing melakukan banding
ke Pengadilan Tinggi (PT). Apabila PT menghukum pidana penjara tetap seperti
yang dijatuhkan PN, atau bertambah atau berkurang. Apabila merasa tidak puas
dengan putusan tersebut selanjutnya melakukan Kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Maka dalam Pasal 79 menjelaskan
"Pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diumumkan oleh
pimpinan DPRD dalam rapat paripurna. Selanjutnya pimpinan DPRD mengusulkan
pemberhentian kepada Presiden melalui menteri dalam negeri gubernur dan/atau
wakil gubernur sebagai wakil pemerintah pusat untuk bupati dan/atau wakil
bupati atau walikota dan/atau wakil walikota untuk mendapat pemberhentian.
Download Kumpulan PKPU RI Tahun 2018
Download Kumpulan PERBAWASLU RI Tahun 2017
Selanjutnya apabila dalam hal pimpinan DPRD
tidak mengusulkan pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepla daerah,
Presiden memberhentikan gubernur dan/atau wakul gubernur atas usul menteri
serta menteri memberhentikan bupati dan/atau wakil bupati dan walikota dan/atau
wakil walikota atas usul gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat. Jika gubernur
sebagai wakil Pemerintah Pusat tidak mengusulkan pemberhentian bupati dan/atau
wakil bupati atau walikota dan/atau wakil walikota, Menteri memberhentikan
bupati dan/atau wakil bupati atau walikota dan/atau wakil walikota.
Proses dan mekanisme pemberhentian kepala
daerah/wakil kepala daerah masih panjang sebelum mempunyai kekuatan hukum tetap,
maka saya mengajak kita sama-sama membaca dan menyimak UU No 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah mulai Pasal 78 sampai dengan Pasal 93 dan ketentuan
yang mengatur pemberhentian kepala daerah/wakil kepala daerah. Hanya sekelumit
penjelasan. (Geroge da Silva, Direktur Lembaga Research and Consultant Pemantau
dan Evaluasi Otonomi Daerah).
Penulis: Geroge Da Silva (Direktur Lembaga
Research and Consultant Pemantau dan Evaluasi Otonomi Daerah)
*Tulisan
ini hanya menambah wawasan tidak ada keberpihakan kepada salah satu calon