Moral Setengah Tiang
Alimmustofa.com – Reformasi 98 berharap akan adanya perubahan fundamental terhadap kehidupan berbangsa dan
bernegera dengan semangat perbaikan radikal terhadap tatakelola negara Indonesia
dari kekuasaan Suharto dengan Orde Baru yang konon katanya rezim korupsi, kolusidan nepotism (KKN).
Semangat itu kemudian menyatukan
anak bangsa dari berbagai elemen untuk menumbangkan rezim Suharto atau Ordebaruism.
Alasan politik ini kemudian memberikan semangat perbaikan luar biasa mulia
terutama dari kalangan moralis politism.
Seiring berlalunya semangat
reformasi, negara semakin tidak berdaya dengan kekuatan kapitalis yang berbaju
politisi atau kapitalis yang mempunyai peliharaan politisi mengakibatkan
kebijakan negara selalu ditelikung oleh elit dengan mengutamakan kepentingan si
tuan (Kapitalis).
Bahkan seolah demi kepentingan si tuan
atas nama kerukunan bangsa,hukum pun tunduk malu terhadap perintah politisi
kapitalis atau kapitalis politisi. Tuduhan Suharto korup ternyata hari ini
lebih vulgar prilaku korupnya, jika Suharto dituduh rezim nepotism, hari ini nepotism
politik jauh lebih vulgar dan lebih jahat.
Pengusaan akses ekonomi selalu
berkolusi dengan siapa pengendali kekuasaan politik di tataran elit. Korupsi menjadi
tradisi, penjarahan uang negara oleh kelompok berdasi kian seolah menjadi
biasa, kebijakan dibuat untuk meligitimasi kejahatannya terhadap rakyat.
Birokrat, politisi, pejabat politik,
pejabat negara, petinggi ormas lupa akan nilai moral, penegak hukum lupa akan sumpahnya.
Terkini UUD 45 sebagai fondasi bernegara dibuat bahan candaan, obral amnesty dan abolisi untuk penjahat yang nyata-nyata koruptor. Atas nama keinginan kerukunan politik, manyatukan semua elemen politik dengan mengorbankan fondasi bernegara,kekuasaan eksekutif melabrak kekuasaan yudikatif yang diamini oleh legislative.
Bendera setengah tiang yang
disuarakan SLANK sudah tidak mampu mengingatkan mereka, karena MORAL bangsa ini
sudah SETENGAH TIANG. (*)
Editor : Alim Mustofa