Merebut
Opini Publik Melalui Tulisan
Penulis
: Alim Mustofa
(
Ketua Bawalsu Kota Malang)
Tulisan ini telah dipublis di tugumalang.id
Alimmustofa.com - Suhu politik dalam setiap helatan pemilu
acapkali meningkat, seiring berita hoax
menggelinding liar di media pemberitaan, baik itu media cetak, media eletronik,
media online bahkan yang paling ektrem penyebaran melalui media sosial. Tidak
jarang pengaruh informasi hoax tersebut
menimbulkan dampak lanjutan berupa gesekan sosial diakar rumput, bahkan
menjurus pada kekerasan fisik.
Hal ini tentu saja tidak bisa
dibiarkan begitu saja, semua pihak wajib melakukan pencegahan agar kejadian
tersebut tidak selalu terulang setiap kali memasuki tahun politik. Bahkan imbas
perseteruan kandidasi pemilihan presiden dan wakil presiden tahun 2019, masih
menyisakan sampah persoalan sikap -sikap intoleran, gejala penampakan politik
identitas, dan hilangnya semangat persatuan.
Dunia telah terintegrasi dalam
satu informasi, satu kejadian disuatu wliayah, dengan cepat akan tersebar ke
jagat maya dalam hitungan menit. Persebaran informasi yang hampir tidak
terkendali. Disatu sisi memberikan dampak positif, tetapi disisi lain juga bisa
berdampak negative. Terutama jika informasi yang disebar mengandung tujuan
merusak, menyebarkan fitnah dan kebencian dengan penyesatan informasi
menggunakan isu sara.
Ruang Publik (Publik Sphere ) harus direbut, atau
setidaknya masyarakat ikut mengendalikan ruang Publik,agar tidak digunakan oleh
para pihak untuk mengganggu kenyamanan masyarakat. Hubermas dalam buku Politik, Gender dan Ruang Publik,
mensyaratkan bahwa demoktasi yang sehat ditentukan ruang Publik yang sehat. Habermas
memberikaan penafsiran bahwa ruang publik sebagai ruang berkumpulnya orang - orang
untuk berdiskusi berdasarkan rasionalitas. Masyarakat harus terlibat dalam
mengendalikan ruang Publik agar ada perimbangan dalam pengelolaan isu Publik.
Dalam
hal pemilu, masyarakat juga penting untuk ikut terlibat dalam pengelolaan isu –
isu sosial politik saat tahapan pemilu berlangsung. Telah kita alami semua
Ketika perhelatan pemilu tahun 2019, ruang publik saat pemilu begitu liar.
Berbagai peristiwa politik dalam negeri saat pemilu setiap hari menghiasi
pemberitaan media ( Cetak,Online dan elektronik) dengan berita-berita yang
membuat tensi politik semakin tinggi dan panas. Perseteruan politik saat pemilu
tidak saja terjadi dilevel elit politik, akan tetapi perseteruan tersebut juga
terbawa sampai pada level grassroots.
Hal inilah yang kemudian perlu
melakukan penyikapan dan perlawanan yang tersistem. Dikatakan perlawanan yang
tersistem karena untuk melawan derasnya arus informasi yang berbahaya
diperlukan intervensi pemerintah melalui kebijakan pengendalian informasi.
Disisi lain apa yang harus dilakukan masyarakat untuk melawan hal diatas,
adalah drengan penguatan civil society.
Peran civil dalam melawan
informasi negative (hoax, Politiksasi
Sara, politik Identitas, issue primodialisme) sangatlah diperlukan.
Sebab masyarakat senantiasa menjadi obyek yang menerima dampak dari penyesatan
informasi oleh kelompok tertentu yang ingin memperoleh keuntungan dari keadaan
tersebut.
Penguatan
peran civil tentu memerlukan treatment – treatment khusus dengan
peningkatan kapasitas dan skill, salah satunya adalah dengan memberikan bekal
keterampilan menulis, pelatihan pemetaan isu politik demokrasi, dan pengelolaan
media sosial.
Pemberdayan
peran civil dalam penyemaian nilai-nilai demokrasi ke – Indonesiaan, menjadi
hal yang sangat strategis untuk membentengi masyarakat dari pengaruh buruk
penyebaran informasi yang menyesatkan terutama ditahun politik. Ketidakpahaman
atau kurangnya asupan informasi yang benar menjadi lahan subur bagi kelompok
tertentu untuk melanggengkan kepentingannya.
Demokrasi
ke-Indonsiaan yang dimaksud adalah demokrasi yang berasaskan ketuhanan,
kemanusiaan yang adil dan beradap, persatuan, demokrasi yang menjunjung
permusyaratan dan mufakat dan berkeadilan sosial, sebagai Sila Pancasila.
Menghadapi
pemilu serentak 2024
Tahapan Pemilihan umum serentak
tahun 2024 telah berjalan sejak dimulai tanggal 14 juni 2022. Sementara penetapan peserta pemilu partai
politik telah dilakukan oleh KPU tanggal 14 Desember 2022, artinya hari ini
telah ada peserta pemilu yaitu 18 partai politik sesuai keputusan KPU Republik
Indonesia tentang penetapan partai politik sebagai peserta pemilu tahun 2024.
Dalam masa pasca penetapan
peserta pemilu, partai politik peserta pemilu dilarang melakukan kampanye
sebelum dimulainya masa kampanye oleh KPU.
Pada kondisi ini sebagaimana ketentuan pasal 25 ayat 1 peraturan Komisi
Pemilihan Umum nomor 33 tahun 2018 tentang Perubahan kedua peraturan Komisi
Pemilihan Umum nomor 23 Tahun 2018 Tentang Kampanye Pemilihan Umum.
Ketepan pasal 276 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, kampanye sebagimana dimaksud dalam pasal 275
ayat (1) kecuali huruf f dan g dapat dilaksanakan 3 hari setelah penetapan
Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPR, DPD dan DPRD serta pasangan Calon
Presiden dan Wakil Presiden sampai dengan dimulainya masa tenang.
Belajar kejadian pemilu tahun
2019, sebelum dimulainya masa kampanye dan pada masa kampanye banyak peristiwa
yang sangat mengkhawatirkan terhadap penyebaran informasi hoax, politisasi
SARA, upaya polarisasi masyarakat dalam konteks dukungan ekstrim terhadap
pasangan calon presiden dalam tingkat yang sangat mengkhawatirkan.
Kejadian diatas memungkinkan
terjadi pada pemilu tahun 2024, mengingat kemajuan tehnologi digital,
perkembangan media sosial yang sangat pesat mengiringi sisi ruang sosial, budaya,
peradapan bahkan menggejala pada eksistensi sosio-kultur masyarakat secara
umum.
Digitalisasi informasi dalam
ruang media sosial dewasa menjadi instrumen akses ekonomi yang strategis
disemua kalangan. Sebagai contoh marketplace
sebagai sarana pemasaran produk yang dapat diakses oleh semua kalangan dengan
beaya murah, kemudian ojek online yang menggunakan digitalisasi informasi yang
menghubungkan penyedia layanan dengan pengguna layanan, dalam konteks manfaat
positive sangat membantu dalam menndongkat kebutuhan ekonomi dan infrormasi ke
masyarakat.
Akan tetapi selain manfaat
positive dari kemajuan tehnologi digital, juga harus difikirkan dampak negative-nya.
Kemudahan dalam penyebaran informasi menyebabkan resiko akan terjadinya misinformasi dan disinformasi karena lemahnya kontrol dalam memfilter informasi
apakah informasi tersebut baik atau buruk. Sementara tingkat pengetahuan
masyarakat belum merata jika dilihat dari sisi Pendidikan.
Berdasarkan
catatan Data Katadata.co.id juni 2022,
Tingkat Pendidikan pendidik
Indonesia sekitar 72,20 persen hanya
mengenyam pendidikan setingkat SLTP, SD, tidak tamat SD dan tidak sekolah,
selebihnya tingkat Pendidikan penduduk Indonesia adalah lulusan SLTA 20,89 persen,
Diploma 1,69 persen selebihnya adalah sarjana.
Melihat data diatas, akan
sangat rawan diintervensi oleh para pihak untuk kepentingan tertentu dengan
perkembangan digitalisasi informasi dan media sosial yang berkembang dengan
cepat. Data yang publis kementrian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia,
dalam rentang waktu agustus 2018 sampai dengan 30 september 2019, ditemukan
3.356 informasi hoak.
Kejadian diatas masih sangat
rentan terjadi pada pemilu serentak tahun 2024, dimana kemajuan digitalisasi
informasi yang tidak diimbangi dengan peningkatan kapasitas masyarakat yang
memadai oleh pemerintah dan stake holder
terkait, akan berpontesi digunakan oleh para pihak untuk melakukan penyesatan
informasi. Potensi ini sangat terbuka pada pelaksanaan pemilu serentak tahun
depan, siapa melakukan apa dan digunakan apa serta untuk kepentingan apa, akan
sangat terbuka untuk terjadi.
Kontestasi politik ditahun
pemilu merupakan ruang bebas dalam berdemokrasi untuk merebut kekuasaan dengan
mempengaruhi calon pemilih dan untuk menjatuhkan lawan politik. Bila ini tidak
diantisipasi , maka masyarakatla yang akan menjadi korban dan keutuhan NKRI
dipertaruhkan.
Merubah
Peradaban Demokrasi Dalam Pemilu Melalui Tulisan.
Informasi yang melingkupi
ruang publik merupakan bagian dari aktualisasi prinsip-prinsip dalam sistem
negara yang menganut demokrasi. Kebebasan dalam ruang demokrasi memberikan
ruang kepada setiap individu untuk menyampaikan pokok pikirannya keruang publik
melalui berbagai saluran, baik formal maupun saluran informasi termasuk melalui
media massa dan media sosial.
Melunaknya prasyarat /
kemudahan pendirian media online dan kontrol yang tidak begitu kuat terhadap
penyebaran infomasi melalui media sosial, agak menjadi penyumbang penyebatran
informasi yang berdampak negative. Karena setiap orang bisa membuat media
online, setiap orang dapat dengan mudah membuat website atau portal sebagai
instrumen peyebaran informasi.
Perebutan ruang publik
terhadap informasi ini menjadi kompetisi
bebas antara bertujuan baik dan yang bertujuan tidak baik dalam tanda kutip.
Oleh sebab itu penulis mencoba mengajak khalayak umum, terutama kepada
akademisi, aktivis mahasiswa, kalangan jurnalis/ pelaku media, pegiat demokrasi
dan penyelenggaran pemilu, serta orang perorang yang mempunyai kepedulian
terhadap hal diatas, untuk berkontribusi menghiasi ruang informasi publik
dengan karya tulisan dalam arti luas. Agar upaya penyesatan informasi diruang publik
dapat dibendung atau setidaknya membantu meluruskan informasi yang keliru tidak
pahami masyarakat sebagai suatu kebenaran.
Harus ada para pihak,
pemerintah, akademisi, pelaku media dll, untuk melakukan upaya yang strategis
membuat kegiatan pendampingan ke masyarakat untuk mengenali informasi yang
benar atau informasi yang salah. Sebagai contoh program Sinau JurnalisDemokrasi (SJD) Bawaslu Kota Malang, sebuah program belajar menulis berita dan
menulis opini Publik dengan isu – isu politik dan demokrasi terutam kaitannya
dengan pemilihan umum.
Program ini bertujuan
memfasulitasi peserta untuk belajar menulis berita dan opini dengan kaidah –
kaidah jurnalistik. Kemudian peserta juga dibekali dengan pengetahuan tentang
politik, demokrasi dan pemilu serta pemetaan ancaman isu-isu yang bakal terjadi
nelajar dari pemilu tahun 2019.
Harapananya, pasca pelaksanaan
program SJD, pesrta mempunyai keterampilan dan pengatahuan yang cukup yang
mengenali isu-isu yang positif maupun isu yang negative, kemudian mereka mampu
memberikan counter informasi atau
mereka mampu membuat informasi yang sifatnya meluruskan isu yang berkembang dimasyarakar melalui tulisan agar masyakarat
memahami dan tidak terpengaruh.
Prinsipnya informasi diruang publik
harus direbut, ruang informasi yang bebas ini harus dapat dikendalikan atau
setidaknya ada element masyarakat yang mampu mencounter informasi – informasi
yang sifatnya negative.