Aku dalam belenggu
ketidakpastian, belenggu oleh system social yang ortodoks.
Aturan social yang
merampas kemerdekaanku sebagai insan manusia.
Diskriminasi
patriarkhi menempatkan aku (perempuan) kedalam kasta yang tersudut oleh omong
kosong dari sebuah nilai social yang telah terkooptasi pada kata “ pantas dan
tidak pantas”, dalam paradigma nilai tata prilaku sosial disekitarku.
Saat usiaku 7
tahun, ingin sekali aku memilih bermain bola, tapi orang tuaku bilang, “ gak
pantas perempuan main bola, itu permainan anak laki-laki” begitu katanya.
Ketika teman
sebayaku mencemoohku, kulayangkan tinjuku kewajahnya, tapi lagi-lagi salah, kata
orang sekitarku. “ perempuan harus bersikap anggun”.
Menurutku kalaupun
tidak boleh memukul,kenapa larangan itu harus dikasi embel-embel “ Perempuan”
untuk menegurku.
Sejak kecil, aku merasa
bukan pemilik penuh atas dirinya sendiri. Perempuan hanyalah kasta kedua dari system social yang
patriarki.
“
Keberadaan kita sebagai perempuan hanya menjadi pernak pernik dalam dunia ini,”
keluh ku.
Saat dewasa,
belenggu sebagai perempuan terus berlanjut, bangku Pendidikan hanyalah bayangan
semu. Meski aku punya otak yang lumayan encer dengan cita-cita tinggi dalam
benaku, tetapi lagi-lagi tradisi melarangku untuk meraih mimpi-mimpiku akan
kesetaraan kodrat sebagai manusia.
“ Perempuan
fitrahnya adalah dirumah saja, permpuan hanyalah konco wingking”.
Jodoh yang
seharusnya menjadi kemerdekaanku untuk memilah, memilih dan menentukan, tiba –
tiba sirna ketika tradisi yang dianut orang tuaku telah menentukan jodohku.
Lagi-lagi karena aku hanyalah anak ‘Perempuan” yang urusannya hanya di Kasur,
dapur dan sumur.
Dalam benakku bertanya ”apakah
karena aku seorang perempuan?
lantas kenapa jIka aku permpuan?
Aku serasa tak memiliki diriku sendiri, harusnya aku diberIkan
kepercayaan atas pilihanku
sendiri, mana
permainan yang akan ku senangi,bagaimana saya harus menata masa depan, dan dengan siapa saya harus
menjalani hidup,dunia sangat tidak adil”.
“ Sambil
meghapus air mata yang basahi
pipi, dia
berjanji kelak akan
menjadi seorang ibu
yang baik bagi putra-putrinya,
tidak akan membeda-bedakan perlakuan
karena status laki & perempuan.
Anakku punya pilihan, perempuan adalah takdir tuhan,
Ditulis
oleh : A-Liem Tan
14 desember 2022
Sebuah refleksi dari tulisaan “ Apakah Menjadi PerempuanAdalah Kutukan?”.