New Normal Pilkada 2020 | Alim Mustofa -->
Cari Berita

Advertisement

New Normal Pilkada 2020

Selasa, 23 Juni 2020


Oleh : Alim Mustofa
Ketua Bawaslu Kota Malang


Berkaca pada  pemilu dan pemilihan sebelumnya, dapat dijadikan rujukan atau pembelajaran bagi kita semua untuk terus mencari tatananan ideal akan penyelenggaraan pemilu atau pemilihan yang demokratis, kredibel ,efektif, efiesien, dan profesional  dalam rangka memperoleh hasil pemilu yang berkeadilan.


Perlu kita ingat  dalam setiap helatan pemilu senantiasa menyisakan masalah yang cukup krusial disetiap tahapan. Jika awal - awal pelaksanaan pemilu pasca reformasi persoalan yang paling digugat atau dipersoalkan oleh pihak yang kalah adalah hasil rekapitulasi perhitungan suara di komisi pemilihan umum, maka pada fase pemilu berikutnya persoalan pemilu telah berkembang. Isu-isu netralitas penyelenggara pemilu, persoalan administrasi pemilu dan dugaan politik uang telah menjadi problem tersendiri dalam setiap tahapan penyelenggaraan pemilu.

Respon dari banyaknya persoalan diatas, pemerintah, perwakilan rakyat, pegiat pemilu, akademisi yang konsen terhadap pemilu bersama-sama melakukan ihktiar untuk memperbaiki sistem pemilu dengan bidang keahlian masing-masing. Hal ini mulai menampkan hasil yang signifikan dalam perbaikan demokrasi di Indonesia. Perubahan yang dimaksud adalah adanya upaya peningkatan kualitas penyelenggara pemilu dari pemilu-ke pemilu, hal ini dapat dilihat dari penguatan kelembagaan KPU dan Bawaslu yang sebelum reformasi masih bersifat ad-hoc disemua tingkatan. 
Perlu diingat penyelenggaraan pemilu sebelum reformasi dilaksanakan panitia yang dibawah kewenangan departemen dalam negeri, hal ini sebagaimana termaktub dalam undang-undang nomor 15 tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Anggota-Anggota Badan Permusyawaratan /Perwakilan Rakyat  pasal 8 ayat (1) Pemilihan umum dilaksanakan oleh Pemerintah dibawah pimpinan Presiden. Pada ayat (3) Untuk melaksanakan pemilihan umum, Presiden membentuk sebuah Lembaga Pemilihan Umum dengan diketuai Menteri Dalam Negeri. Sehingga sudah dapat dipastikan jika hasil pemilu tidak dapat dijamin keadilannya, karena semua dikendalikan penguasa saat rezim orde baru, bahkan pemenangnya sudah dapat ditentukan.

New Normal Pemilu/Pemilihan

Ditengah – tengah pandemic covid-19 yang dihadapi negeri ini yang belum terkendali betul dan kapan wabah ini berlalu. Pemerintah juga harus menyelamatkan agenda nasional yaitu pemilihan kepala daerah serentak tahun 2020 yang sempat tertunda beberapa bulan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor I Tahun 2o14 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang.

Ditengah ketidakpastian kapan kelanjutan pelaksanaan pilkada serentak dilanjutkan, pemerintah melalui kementrian dalam negeri , Komisi II DPR-RI  , Komisi Pemilihan Umum dan Bawaslu sepakat pelaksanaan pilkada 2020 digelar 9 desember 2020. Tentu ini tidak mudah dipahami oleh Sebagian pihak, karena wabah pandemic covid-19 belum ada tanda-tanda kapan berakhir. Persoalannya adalah bagaimana jadwal kelanjutan pelaksanaan penyelenggaraan pilkada telah disepakati bersama antara pemerintah, DPR dan penyelenggara pemilu.


Berkaca dari pelaksanaan pemungutan suara pemilu atau pilkada sebelumnya, Pelaksanaan pemungutan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) oleh pemilih dengan cara mencoblos kertas suara telah dilaksanakan disetiap pelaksanaan pemungutan suara pemilu maupun pilkada. Penandaan model coblos seperti ini sepertinya menjadi sesuatu yang lazim dilakukan dan susah untuk diubah dengan model penandaan pemungutan suara dalam bentuk lainnya. Dalam sejara pelaksanaan pemungutan suara pemilu dari pemberian tanda coblos menggunakan paku atau alat tusuk dari paku pada kertas suara menjadi tanda centang /contreng menggunakan bolpoint pernah dilaksanakan pada pemilu tahun 2009.

Model pemungutan suara di TPS sebagaimana diatas tentu akan sangat rawan jika dilaksanakan disaat pandemic civid-19 ini masih mewabah. Bayang-bayang kekhawatiran akan keselamatan petugas dan pemilih menjadi ancaman yang serius untuk dipikirkan. ada mobilitas yang tinggi pada penyelenggaraan pemilu/pilkada yang dilakukan oleh petugas keamanan, pemilih, penyelenggara, kontestan dan para pihak.



Bencana nasional wabah pandemic covid -19 tentu akan menjadi persoalan sendiri, akan banyak permasalahan yang timbul pada saat pelaksanaan bimbingan tehnis jajaran badan ad-hoc baik di KPU maupun di Bawaslu. Sementara perberlakuan social distancing, phisycal distancing dan PSBB  menjadi suatu keharusan dalam rangka memutus mata rantai penyebaran virus covid.



Hal yang paling penting lagi adalah pada pelaksanaan sebelum dan saat pemungutan suara, petugas dan pemilih terlindungi dari aspek Kesehatan. Selain protocol Kesehatan harus dilaksanakan juga ada standarisasi yang diatur oleh KPU tentang protokol dan tatacara pemungutan suara yang telah disesuaikan dengan protocol Kesehatan dari pemerintah dengan memperhatikan penerapan Physical Distantcing di area TPS.

Dengan demikian pada pelaksanaan pemungutan suara di TPS jika pendemic-covid-19 ini belum berakhir, maka akan ada keterlibatan banyak pihak untuk mengawal proses pelaksanaan pemungutan suara di TPS, selain petugas KPPS, Keamanan (Hansip), kepolisian dan pemilih, satu lagi adalah unsur satgas covid atau tim medis yang juga harus menjadi unsur utama untuk mendukung pelaksanaan pemungutan suara. Ini menjadi suatu keharusan untuk memutus mata rantai penyebaran covid-19 dan untuk menjamin keselamatan semua yang terlibat di TPS jika pandemic ini belum berakhir disaat pelaksanaan pemungutan suara.

Disisi lain KPU juga harus mempertimbangkan hak kontestan untuk melakukan kampanye tatap muka juga kampanye metode lainnya sebaigamana diatur dalam undang-undang pemilihan kepala daerah. Hak kontestan dalam upaya mengenalkan dirinya melalui kampamye undang-undang 10 tahun 2016 pasal  Pasal 65 (1) Kampanye dapat dilaksanakan melalui: a. pertemuan terbatas; b. pertemuan tatap muka dan dialog; c. debat publik/debat terbuka antarcalon; d. penyebaran bahan Kampanye kepada umum; e. pemasangan alat peraga; f. iklan media massa cetak dan media massa elektronik; dan/atau g. kegiatan lain yang tidak melanggar larangan Kampanye dan ketentuan peraturan perundang.

KPU harus membuat atau menterjemahkan ketentuan diatas agar hak kontestan tetap tervalitasi tetapi tetap dengan memperhatikan aspek yang lain.  Bagaimana aturan kampanye tatap muka atau pertemuan terbatas diimplementasikan ke kampanye media daring atau bentuk lainnya.

New nomal pemilu yang dimaksud adalah bagaimana penyelenggara pemilu terutama Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuat norma baru dalam aturan tehnis penyelenggaraan pemilu /pemilihan dengan merangkum semua perangkat hukum (Peraturan Pemilu, Protokol Kesehatan, Keamanan, penerapan physical distancing) untuk menjadi aturan tehnis yang komprehensif mudah diterapkan. Hal ini perlu dilakukan agar publik percaya bahwa pelaksanaan pilkada lanjutan sebagaimana dimaksud oleh peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang nomor 2 tahun 2020 pada angka 1. Ketentuan Pasal l20 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 120 (1) Dalam hal pada sebagian wilayah Pemilihan, seluruh wilayah Pemilihan, sebagian besar daerah, atau seluruh daerah terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, bencana nonalam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraan Pemilihan atau Pemilihan serentak tidak dapat dilaksanakan, dilakukan Pemilihan lanjutan atau Pemilihan serentak lanjutan.

Yang mana ini telah di sepakati pemerintah, DPR dan penyelenggara pemilu tanggal 9 Desember 2020 dapat dilaksanakan dengan baik.

Artikel ini telah dimuat sebelumnya di kumparan.com/tugumalang