DISKUSI PEMECATAN PRESIDEN; MENGAPA DIBATALKAN? | Alim Mustofa -->
Cari Berita

Advertisement

DISKUSI PEMECATAN PRESIDEN; MENGAPA DIBATALKAN?

Sabtu, 30 Mei 2020

 
DISKUSI PEMECATAN  PRESIDEN; MENGAPA DIBATALKAN?
Oleh: Nofi Sri Utami
Dosen Fakultas Hukum UNISMA  dan Anggota Ika PDIH UNDIP

Mencuatnya/beredarnya  informasi di media sosial terkait pembatalan diskusi yang bertema Persoalan “Pemecatan Presidendi Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan" yang diselenggarkan oleh Constitutional Law Society Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada yang semestinya dilaksankan pada Jumat 29 Mei 2020 menjadi hal yang menarik untuk dibahas dalam dunia pendidikan. Menarik karena, berdasar informasi yang di dapat bahwa pembatalan diskusi tersebut memiliki alasan lantaran tema diskusi yang diangkat oleh beberapa orang dianggap menyimpang dan perlu ditindak tegas yang kemudian disertai dengan ancaman dan teror oleh oknum tertentu yang ditujukan kepada panitia penyelenggara beserta pemateri yang merupakan guru besar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia sehingga berujung pembatalan. Sangat miris dan disayangkan bukan, dunia akademik yang sepatutnya mempelajari dan memperluas tentang keilmuan, namun sekarang dibatasi karena mendapat tekanan. Kebebasan Dosen dan mahasiswa mengemukakan pemikiranya masih mendapatkan perlawanan dari berbagai pihak. Salah satunya tindakan ancanam dan teror tersebut.
Secara diksi tentang kata“pemecatan” yang memberikan kesan yang negatif ditambah lagi kondisi dan situasi negara kita saat ini yang sedang terkena dampak covid-19. Maka  semestinya menggunakan bahasa yang santun dan sesuai konstitusi. Secara konstitusi, yang benar mengggunakan diksi pemberhentian/ impeachment. Sebenarnya apa itu impeachment? Banyak orang mengartikan bahwa  impeachment merupakan turunnya, berhentinya atau dipecatnya Presiden atau pejabat tinggi dari jabatannya.
Secara sosial bahwa masyarakat Indonesia terdiri dari generasi milenial (usia 17-35 tahun), yang mana karakter generasi milenial ialah melek informasi. Hidup mereka banyak berkecimpung di dunia maya. Mereka terkoneksi satu sama lain melalui media sosial. Kelompok kaum milenial tentunya memiliki adaptasi politik yang berbeda dengan kelompok yang lebih tua,generasi milenial yang relatif usia masih muda cenderung lebih dinamis dan mudah berubah persepsi politiknya terutama jika terpengaruh oleh lingkungan. Adanya pemikiran pemikiran terbaru dari generasi milenial, bisa menjadikan sebuah alat untuk perubahan perubahan,  tentunya berujung booming dan terkenal maupun dikenal oleh masyarakat umum. Hal ini tak ubahnya dengan penyelenggaran diskusi yang diadakan oleh generasi milenial yang notabene adalah mahasiswa.
Terkait materi diskusi, tidak melanggar konstitusi, karena dari sisi keilmuan merupakan materi dari mata kuliah Hukum Tata Negara yang biasanya di pelajari oleh mahasiswa Fakultas Hukum. impeachment dalam sistem  ketatanegaran Indonesia, bukanlah hal yang baru. Dikatakan bukan hal baru karena prakteknya pernah terjadi di negara Indonesia. Yaitu pada era Presiden Soekarno dan Presiden Abdurrahman Wahid pada tahun 2001. Pada era Presiden Soekarno impeachment terjadi karena ditariknya mandat oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) melalui Ketetapan (Tap) MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 hanya dengan alasan mayoritas anggota MPRS tidak menerima pidato pertanggungjawaban Presiden Soekarno, yang dinamainya Nawaksara, mengenai sebab-sebab terjadinya peristiwa G 30S/PKI. jatuhnya Presiden Soekarno menunjukkan bahwa dalam praktik ketatanegaraan Indonesia pernah terjadi impeachment terhadap presiden.
Tak ubahnya dengan pada era  Presiden Abdurrahman Wahid pada tahun 2001. munculnya argumen Presiden Abdurrahman Wahid yang dianggap telah melakukan pelanggaran hukum dan konstitusi, sehingga para anggota DPR kemudian mengajukan usulan memorandum yang diatur oleh TAP MPR Nomor III/MPR/1978. Memorandum kepada presiden itu untuk meminta keterangan dalam kasus Buloggate dan Bruneigate. Keterangan yang disampaikan oleh presiden dalam Memorandum Pertama ditolak oleh mayoritas anggota DPR yang berakibat harus dilakukan Memorandum Kedua. Namun pada Memorandum Kedua ini keterangan presiden tetap ditolak oleh mayoritas anggota DPR. Dalam situasi politik yang semakin sulit dan kelanjutan kekuasaannya terancam, maka  Presiden Abdurrahman Wahid pun lalu mengambil langkah politik mengeluarkan Dekrit Presiden yang menyatakan membubarkan parlemen dan akan segera melakukan pemilihan umum. Selanjutnya, anggota DPR tidak mengakui Dekrit Presiden tersebut dan kemudian melakukan Memorandum Ketiga yang dipercepat dengan agenda mencabut mandat terhadap presiden (impeachment). Impeachment  tersebut terjadi pada era sebelum perubahan UUD NRI 1945. Sebelum terjadinya perubahan terhadap UUD 1945, Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dengan alasan-alasan yang bersifat politik, bukan yuridis. Bagaimana dengan dengan impeachment setelah Perubahan UUD NRI 1945?
Pada Perubahan Ketiga UUD 1945 memuat ketentuan pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya yang semata-mata didasarkan pada alasan-alasan yang bersifat yuridis dan hanya mengacu pada ketentuan normatif  yang disebutkan di dalam konstitusi. Hal ini bisa dilihat pada Pasal 7A dan 7B  yang menyatakan bahwa alasan pemberhentian presiden dan/atau Wakil Presiden yaitu pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lain, perbuatan tercela, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. Ini mengartikan bahwa ada sebab/alasan terkait pelaksanaan impeachment. Tidak serta merta itu, bahwa proses pemberhentian tersebut hanya dapat dilakukan setelah didahului adanya proses konstitusional melalui Mahkamah Konstitusi (MK) yang akan memeriksa, mengadili dan memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lain, perbuatan tercela, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Selanjutnya bagaimana Mekanisme impeachment di Indonesia?mekanisme impeachment  melalui beberapa tahap yaitu: Tahapan pertama proses impeachment adalah pada DPR, Tahapan kedua proses impeachment berada di tangan Mahkamah Konstitusi (MK), impeachment berada di MPR bilamana MK membenarkan pendapat DPR tersebut maka DPR dapat meneruskan proses impeachment atau usulan pemberhentian ini kepada MPR. Keputusan DPR untuk melanjutkan proses impeachment dari MK ke MPR juga harus melalui keputusan yang diambil dalam sidang paripurna DPR. Akan tetapi, yang menjadi persoalan saat ini, ketentuan ketentuan mengenai impeachment yang terdapat di dalam konstitusi tidak mengatur lebih jelas. Sehingga pada saat ini belum ada aturan/produk hukum terkait tindak lanjut proses pemeriksaan terhadap presiden setelah diberhentikan dari jabatanya.