DILEMA PENERAPAN PSBB DAN TANGGUNG JAWAB NEGARA | Alim Mustofa -->
Cari Berita

Advertisement

DILEMA PENERAPAN PSBB DAN TANGGUNG JAWAB NEGARA

Jumat, 15 Mei 2020

DILEMA PENERAPAN PSBB DAN  TANGGUNG JAWAB NEGARA

Oleh Dr. Nofi Sri Utami, S.Pd., S.H., M.H
Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang

Alimmustofa.com - Beberapa daerah di Indonesia sekarang ini telah menerapkan PSBB akibat dampak pandemi covid 19 yang tak kunjung usai, lantas apa sich PSBB? Dan bagaimana kriteria PSBB bagi setiap  daerah? Berdasarkan PP No 21 Tahun 2020 PSBB tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) terkait percepatan penanganan Corona virus Disease 2019 (Covid-19). Mengartikan PSBB adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Covid-19 untuk mencegah penyebarannya.  PSBB dilakukan selama masa inkubasi terpanjang, yaitu 14 hari. Jika masih ada bukti penyebaran berupa adanya kasus baru, dapat diperpanjang dalam masa 14 hari sejak ditemukannya kasus terakhir. Tak berselang lama, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) resmi menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No.9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Permenkes ini merupakan aturan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) No.21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19. Pada bagian lampiran Permenkes No. 9 Tahun 2020, dijelaskan bahwa PSBB di suatu wilayah ditetapkan oleh Menteri berdasarkan permohonan gubernur/bupati/walikota, atau Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Ini artinya bahwa suatu daerah harus mengantongi izin terlebih dahulu untuk menetapkan pembatasan. Tentunya harus mendapatkan persetujuan/izin dari kementerian kesehatan terlebih dahulu. Bagaiman jika tidak mendapatkan persetujuan? Merujuk Pada Pasal 3 PP No.21 Tahun 2020 tidak ada kriteria yang jelas mengenai jumlah kasus, atau berapa jumlah korban agar daerah dapat memohonkan PSBB. Kriteria ini tentunya harus diperjelas, sehingga dalam menolak atau memberikan izin terdapat alasan yang jelas dan transparan mengapa sebuah izin diberikan atau mengapa dalam kasus lain tidak diberikan. Jika kriterinya tidak detail dan spesifik, ada potensi multitafsir di lapangan, yang dapat merugikan masyarakat. 
Secara realitanya bahwa dampak dari covid 19 tidak hanya dari kesehatan tetapi banyak aspek yang mulai dari ekonomi, keamanan dan ketertiban, politik, dls. Maka PSBB merupakan salah satu langkah/upaya pemerintah untuk memutus rantai penularan covid-19. Di berbagai daerah di Indonesia tentu memiliki potensi dan situasi  terkait corona berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lainnya. Sangat mungkin ada daerah yang sudah cukup darurat corona, di sisi lain ada pula daerah yang tidak terdampak corona sama sekali. Bagi daerah yang masuk kriteria darurat corona maka tentu diterapkan PSBB dan bagi daerah yang belum darurat corona kemungkinan belum ditaerapkan PSBB.
Sisi lain, bagaimana dengan daerah yang telah menerapkan pembatasan lebih dahulu sebelum PP No. 21 Tahun 2020 terbentuk, Seperti  pembatasan yang dilakukan di Papua yang membatasi penerbangan dan pelabuhan sebelum ada korban terindikasi Covid-19. Dari sisi pemerintah pusat hal ini menunjukan bahwa kelambanan dan sikap abai pada awal-awal penanganan bahaya Covid-19. Kelambanan dan pengabaian hingga menimbulkan sejumlah orang meninggal terpapar virus bukan semata pelanggaran administrasi (maladministrasi). Terkait dengan daerah yang menerapkan pembatasan terlebih dahulu merupakan sebuah upaya sigap dan tanggap pemerintah daerah untuk melindungi warganya. Ini mengartikan bahwa tidak hanya menjadi tanggungjawab negara dalam hal ini pemerintah pusat saja tetapi diperlukan kerjasama antara pemerintah pusat dan daerah serta masyarakat untuk bersama sama menjaga dan melindungi warga negaranya supaya terbebas dari covid-19.

editor  : Alim Mustofa
Tautan : MALANGGUIDE