KECURANGAN PEMILU MILIK SIAPA | Alim Mustofa -->
Cari Berita

Advertisement

KECURANGAN PEMILU MILIK SIAPA

Jumat, 16 Februari 2024

 


 

KECURANGAN PEMILU MILIK SIAPA

Oleh      : Alim Mustofa

Presidium Komunitas Malang untuk Demokrasi (Komdek) Malang

Artikel ini telah dipublis sebelumnya di Timesindonesia.co.id 


Alimmustofa.com - Setiap pemilu potensi kecurangan dapat dilakukan semua calon atau peserta pemilu,hanya saja kesempatannya yang berbeda. Narasi curang akan dibuka lagi pasca pemenang diumumkan, calon yang kalah menuduh pemenang melakukan kecurangan, bahkan biasanya dipresepsikan kecurangan yang TSM (Terstruktur, Sistematis dan Masif), dengan harapan akan mempengaruhi opini publik kemudian mahkamah konstitusi akan mengabulkan permohonannya dalam perselisishan hasil pemilu (PHPU).


Lebih dari itu, biasanya penyelenggara dijadikan alat pelampiasan karena dianggap tidak netral dan berpihak. Begitu juga aparat negara, TNI,Polri, ASN dan lain-lain dianggap dari bagian kecurangan. Andaikata ada 4, calon nomor 1, Calon Nomor 2, calon nomor  3, calon nomor 4, kemudian yang menang adalah nomor 4, maka calon nomor 1,2 dan 3 akan menuduh calon nomor 4 sebagai pemenang melakukan  kecurangan. Begitu pula sebaliknya, jika yang menang nomor 1, maka calon nomor 2,3 dan 4 akan menuduh nomor 1 melakukan kecurangan.


Jarang terdengar ditelinga kita, ada seorang kontestan pemilu presiden kalah kemudian mengakui kekelahannya dan mengucapkan selamat kepada kontestan yang pemenang pemilu. Narasi minor atas kekalahan sering menjadi bahan untuk membuat situasi politik semakin panas. Menerima kekalahan dengan sikap kenegarawanan dalam kontetasi politik belum menjadi tradisi di negeri ini.


Narasi curang versi politisi berbeda dengan pemikiran rakyat kecil, apa yang dituduhkan dilingkaran elit berbalik dengan apa yang dirasakan oleh rakyat. Ini menjadi aneh, suara elit sama sekali tidak mewakili representasi suara rakyat, lalu elit politik mewakili siapa.


Hari ini kita dibuat terkesima dengan hasil Quick Count dari 7 lembaga survey berkaitan dengan perolehan suara pilpres 2024 yang dilaksanakan 14 februari 2024 kemarin. Hasil semua lembaga survey mencatat kemenangan paslon nomor 2 (Prabowo & Gibran) memperoleh suara diatas 57 %, melampaui perolehan suara nomor 1 ( Anis dan Muhaimin) dikisaran 25% dan nomor urut 3 Ganjar & Mahfud memperoleh suara dikisaran 17 %.

Apakah pemilu tahun 2024 berjalan jujur dan adil ?

Banyak pertanyaan, apakah pemilu tahun 2024 berjalan jujur,adil atau penuh kecurangan, anggapan ini menjadi isu politik yang sangat liar terutama sebelum hari pemungutan suara dilaksanakan. Hasil survey terbaru oleh lembaga profesional menemukan fakta bahwa pemilu tahun 2024 berjalan jujur dan adil versi masyarakat.


Exit pol SMRC Sebuah lembaga survey profesional menyajikan data tanggal 14 februari 2024 diliris oleh antara.com, survey yang melibatkan 2.822 responden menghasilkan 50,7 % pemilu dilaksanakan secara jujur adil, 39,5 % menyatakan sangat jujur dan adil, jika kedua data ini dijumlah maka yang menyatakan pemilu dilaksanakan secara jujur dan adil adalah 90,2 responden menyatakan pemilu dilaksankan jujur dan adil. Sisanya 6,3 % menyatakan pemilu dilaksanakan kurang jujur dan adil, 0,8 % menyatakan sama sekali tidak jujur dan adil. Dan 2,6 % menyatakan tidak tahu atau tidak menjawab.


Hasil ini kemudian menjadi sebuah tanda tanya, rakyat pemilik mandat atas negara ini kemudian berpendapat bahwa pemilu tahun 2024 berjalan jujur dan adil. Hal ini berbeda dengan gerakan seruan moral bangsa oleh kalangan akademisi, narasi perusakan demokrasi, pelanggaran etika demokrasi oleh pemerintah (baca: Jokowi). Hasil quic kcount menunjukan masyarakat punya nalar sendiri untuk memahami dinamika politik diatas. Agaknya masyarakat tidak terpengaruh atau bahkan mengcounter dinamika politik elit dengan menjawab di TPS dengan hasil sebagaimana disajikan diatas.


Pemilih menunjukan logika berfikir sendiri yang berbeda dengan logika para elit politik dan akademisi, pemilih seakan tak perduli dengan riuhnya dinamika aktor para elit politik. Tinggal dilihat saja nanti, apakah pasca pemilu masih signifikan penyuaran seruan moral, apakah pasca pemilu masih kencang penyuaraan penyelamatan etika demokrasi, kita bersama akan menunggu bagaimana nanti.


Jika seruan moral oleh guru besar, kalau seruan penyelamatan etika demokrasi masih sekencang sebelum pemilu, maka dapat diyakini bahwa seruan diatas adalah murni tidak partisan, akan tetapi sebaliknya jika seruan tersebut hilang , maka bisa jadi hal ini dianggap merupakam gerakan partisan.


Langkah bijak yang perlu kita lakukan adalah menunggu hasil keputusan Komisi Pemilihan Umum tanggal 20 maret mendatang, jika memang dianggap masih ada kecurangan, ada mekanisme demokrasi untuk menguji apakah proses pemilu kemarin benar atau salah, jujur, adil atau curang dengan membawa ketidak beresan ini ke mahkamah konstitusi yang diberikan kewenangan untuk menyelesaikan sengketa hasil pemilu.(*)

Editor    : Alim Mustofa