Buta Politik | Alim Mustofa -->
Cari Berita

Advertisement

Buta Politik

Minggu, 04 Juni 2023

 


BUTA POLITIK

oleh : Alim Mustofa

Alimmustofa.com – Kata politik mungkin dianggap sebagian orang akan bersikap “ Alergi” dalam tanda kutip. Tidak sedikit yang menganggap politik itu kejam, jahat, licik sesuai dengan situasi yang dia alami atau dia pahami dengan kemampuan nalarnya.

 

Tidak sedikit yang pada akhirnya mereka mengambil sikap acuh tak acuh, kemudian anti terhadap politik karena dianggap tidak ada gunanya, bahkan dalam puncaknya mereka akan mengambil langkah golput ketika dalam bilik suara disaat pemilu.

 

Namun begitu apakah mengabil sikap golput atau golongan putih dalam konteks hak politik dilarang !, kiranya perlu diperdalam lagi memaknai golput sebagai suatu sikap politik.

 

Sikap politik awalnya merupakan pandangan atau sikap untuk merespon yang dimiliki setiap orang untuk menerima atau menolak masalah politik yang terjadi atau yang dialami pada fase tertentu yang kemudian diungkapkan dengan berbagi bentuk (Chilcote,2010)

 

Pendapat lain, sikap dapat diartikan sebagai suatu bentuk reaksi dari suatu perasaan untuk merespon dalam bentuk dukungan atau penolakan (Azwar;2013:4). Secara substansi sikap politik adalah sikap seseorang atau sekelmpok orang untuk mendukung atau menolak, dalam kontes sikap politik secara individu dalam hak pilih adalah menggunakan atau tidak menggunakan hak pilih adalah merupakan sikap politik.

 

Mendukung atau menolak terhadap peristiwa politik merupakan bagian dari hak asasi manusia yang sah sebagaimana dilindungi oleh undang-undang atas nama Hak Asasi Manusia.

 

Namun begitu perlu kiranya kita untuk merenungkan secara mendalam, bilamana akan mengambil sikap anti politik karena kekecewaan terhadap situasi politik yang dianggap tidak sesuai ekspektasi yang diharapkan. Mungkin itu akan melegakan hati sesaat seacra pribadi, mengobati rasa kecewa, akan tetapi bisa jadi kalua tidak hati-hati justru akan membawa kemudaratan yang lebih besar.

 

Anti politik memang hak setiap orang dalam system pemerintahan yang menganut sisten demokrasi, akan tetapi anti politik yang kemudian menjadi “Buta Politik” juga akam berdampak pada situasi yang mungkin jauh lebih buruk.

 

Baru - baru ini, Prof.Mahfud MD Menteri Menkopolhukam menyatakan bahwa, daripada tidak ada DPR, daripada tidak ada parpol, lebih baik kita hidup bernegara ini mempunyai DPR, mempunyai parpol, meskipun jelek," ujarnya.Dikutip di CNN.Indonesia, Senin,02/04/2023.

 

Sebab jika bernegara tanpa DPR dan Partai Politik maka akan terjadi lahirnya system pemerintahan yang otoriter dan monarchi. Kesewenang-wenangan akan terjadi tanpa adanya kontrol.

 

Seorang penyair asal Jerman bernama Bertolt Brecht memberikan perumpamaan tentang buta politik alam sebuah kalimat bijaknya;

 

“Buta terburuk adalah buta politik. Orang yanh buta politik tidak sadar bahwa beaya hidup, harga makanan, harga rumah,harga obat semuanya bergantung keputusan politik.

Dia membanggakan sikap anti politiknya, membusungkan dada dan berkoar, “ Aku Benci Politik!, Sungguh bodoh dia yang tak mengetahui bahwa karena dia tidak mau tahu politik, akibatnya pelacuran, anak terlantar, perampokan dan yang terburuk , korupsi dan perusahaan multinasional yang menguras kekayaan negeri ‘

Bertolt Brecht – Penyair dan Filsof asal Jerman.

 

Kalimat ini mengingatkan kita semua, akan pentingnya politik dalam kehidupan bernegara, tidak ada satu ruangpun yang tidak terdampak kebijakan politik, kecuali kita hidup mengasingkan diri jauh dari kelompok sosial lainnya.

 

Banyak orang tidak pernah membayangkan jika semua kehidupan bermasyarakat dan bernegara adalah adanya intervensi politik berupa kebijakan. Adanya kesejahteraan ataupun keterpurukan juga sangat bergantung pada intervensi kebijakan politik dalam suatu negara.

 

Maka menurut hemat saya, akan sangat merugi jika kita tidak “melek politik”, meski tidak harus terjun ke politik praktis. Setidaknya merespon perkembangan isu-isu kebijakan pemerintahan yang berdampak pada hajat hidup sehari-hari. Kita harus sadar jika beaya sekolah, beaya rumah sakit, harga beras, upah buruh, jalur trayek angkota, legalisasi ojek online adalah adanya intervensi politik.

 

Kita anti atau respon terhadap situasi apapun tidak akan bisa menghindar dari dampak kebijakan politik, justru jika kita bersikap anti politik akan membawa Kemudharatan yang lebih besar. Sama halnya sikap anti politik ini akan membiarkan proses politik tidak terkontrol oleh masyarakat  karena lemahnya civile society, sikap apatisme, tanpa disadari akan mendorong terjadinya  korupsi kebijakan yang pada akhirnya mendorong dirampoknya kekayaan alam negara ini oleh sekelompok orang atau oleh korposrasi – korporasi yang bekerja sama dengan pemegang kebijkan.

 

Kasus TPPO,  perambahan hutan, pencurian kekayaan laut, kebijakan pertambangan, bisa jadi merupakan bagian dari lemahnya kebijakan poltik. Eksploitasi kebijakan politik ini akan berdampak pada berkurangnya pendapatan negara.

 

Meski ada yang perpendapat, pemilu tidak akan berpengarung terhadap kehidupanya, “sekarang profesi saya adalah tukang becak, setelah pemilu juga tetep menjadi tukang becak, jadi apa perlunya politik atau pemilu”.

 

Pendapat diatas sekilas memang benar adanya, tetapi mereka lupa bahwa jika tukang becak punya anak sekolah,  mungkin keluarga sakit, jika pemilu menghasilkan orang -orang terbaik bisa diharapkan akan mampu mengatasi kesulitan beaya sekolah dengan program beasiawa, jika ada keluarga miskin sakit bisa juga didukung dengan kebiajkan politik berupa undang-undang terkait dengan bantuan pembeayaan kesehatan dari negara, atau bahkan tukang becak kesulitan ekonomi bisa juga ada subsidi atau stimulan modal kerja untuk keluarga miskin, sekali lagi jika hasil pemilu menghasilkan orang-orang baik.

 

Inilah perlunya melek politik, buta politik akan lebih banyak mudharatnya ketimbang manfaatnya, mungkin memang dampaknya tidak akan terasa secara langsung hari ini.


Editor : Alim Mustofa