Status Tersangka Tidak Menggugurkan Pencalonan Dalam Pemilihan Kepala Daerah - Edisi 1 | Alim Mustofa -->
Cari Berita

Advertisement

Status Tersangka Tidak Menggugurkan Pencalonan Dalam Pemilihan Kepala Daerah - Edisi 1

Minggu, 01 April 2018



AlimMstofa.com - KITA sudah menyaksikan di beberapa chanel televisi dan membaca di berbagai media massa cetak/online, penetapan tersangka dan diumumkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Moch. Anton Walikota Malang non aktif  yang juga sebagai Calon Walikota Malang . Penetapan  tersangka dan 18 Anggota DPRD Kota Malang dalam kasus suap perubahan APBD Tahun Anggaran 2015.

Penetapan tersangka  tanggal 27 Maret 2018, dilanjutkan dengan penahanan Moch Anton (Abah Anton), Ya' qud Ananda Qudban Anggota DPRD Kota Malang Periode (2014-2019) juga Calon Walikota Malang dan beberapa anggota DPRD.
Pertanyaannya apakah sebagai Calon Walikota Malang "gugur" karena penetapan sebagai tersangka/ditahan dan masih bisakah mengikuti pemilihab serentak tanggal 27 Juni 2018 mendatang?.

Penetapan sebagai tersangka Abah Anton berpasangan dengan Syamsul Mahmud (Calon Wakil Walikota Malang) yang diusung/didukung oleh Partai Politik (Parpol) PKB, PKS dan Gerindra  dengan Nomor Urut 2, Ananda berpasangan dengan Ahmad Wanedi (Calon Wakil Walikota Malang) diusung/didukung Parpol PDI-P, PAN, HANURA, NASDEM, dan PPP dengan Nomor Urut 1, serta Wakil Walikota Malang Nonaktif Sutiaji berpasangan dengan Sofyan Edi Jarwoko diusung/didukung Parpol Golkar, dan Demokrrat nomor urut 3.

Pertanyaannya apakah KPK juga menetapkan/menahan Sutiaji bersama sisa Anggota DPRD lainnya, jika hal iini terjadi maka akan menjadi prahara bagi Pemerintahan Kota Malang dan Rakyatnya, tetapi hukum tetap harus ditegakkan.
Mari kita sama-sama menyimak regulasi yang mengatur tentang pencalonan kepala daerah (gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota) yaitu; UU No 10 Tahun 2016 Perubahan Atas UU No 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. UU No 9 Tahun 2015 Perubahan Kedua UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota.

PASAL CALON GUGUR
Kita menulusuri isi UU No 10 Th 2016, Pasal 54 yang mengatur tentang Pasangan Calon (Paslon) yang diusung oleh Parpol atau Gabungan Parpol pada ayat (1) "dalam hal Paslon atau salah satu calon dari Paslon meninggal dunia dalam jangka waktu sejak penetapan Paslon sampai dengan hari pemungutan suara.

Parpol atau Gabungan Parpol dapat mengusulkan Pasangan Calon atau salah satu calon dari Paslon pengganti paling lambat 30 hari sebelum hari pemungutan suara. Sedangkan untuk Paslon Perseorangan termuat dalam Pasal 54A yang isinya sama dengan Paslon yang diusung oleh Parpol atau Gabungan Parpol.
Abah Anton dan Ananda keduanya sebagai calon walikota ditetapkan sebagai tersangka/ditahan oleh KPK, tidak dapat melakukan kampanye sesuai jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU Kota Malang, kecuali seizin KPK keduanya masih bisa mengikuti semua tahapan dalam Pilkada di Kota Malang.  Bagaimana  dengan  acara debat publik yang diselengarakan KPU Kota Malang, apakah keduanya dapat mengikuti kegiatan tersebut.

Dalam UU No 10 Thn 2016 pasal 43 ayat (4) juga mengatur sanksi administrasi bagi Paslon Perseorangan gubenur/wakil gubernur yang mengundurkan diri dengan  denda sebesar Rp 20 miliar, sedangkan Paslon bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota denda sebesar Rp 10 miliar.

Sementara Pasal 191 mengatur sanksi pidana penjara dan denda bagi calon gubernur, calon wakil gubernur, calon bupati, calon wakil bupati, calon walikota dan calon wakil walikota yang dengan sengaja mengundurkan diri setelah penetapan Paslon sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 bulan dan paling lama 60 bulan, dan denda paling sedikit Rp 25 miliar dan denda paling banyak Rp 50 miliar.

Begitu juga bagi Pimpinan Parpol atau Gabungan Parpol dengan sengaja menarik Paslonnya dan/atau Paslon Perorangan yang dengan sengaja mengundurkan diri setelah ditetapkan oleh KPU Prooinsi dan KPU Kabupaten/Kota sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 bulan dan paling lama 60 bulan dan denda paling sedikit Rp 25 miliar dan paling banyak Rp 50 miliar.

Sanksi administrasi dan pidana cukup berat, agar setiap calon perseorangan atau Parpol/Gabungan Parpol tidak seenaknya mencalonkan dan menarik pencalonan atas suka dan tidak suka kepada calon. Dalam hal ini, Parpol/Gabungan Parpol mencari aman membiarkan calonnya diproses secara hukum tetapi mereka cenderung tidak menggantikan calon dan melakukan strategi, taktik dalam kampanye mendukung calon dan Parpolnya.

PKPU No 3 Tahun 2017 ayat (1) menjelaskan "Parpol atau Gabungan Parpol dilarang menarik pengajuan Paslon dan/atau salah seorang calon dari Paslon setelah penetapan". Hal yang sama mengatur tentang Paslon Perorangan dalam Pasal 77. Jadi, konsekuen dari kedua atau tiga tersangka dibiarkan Parpol/Gabungan Parpol karena hanya tinggal sekitar 3 bulan pemilihan.

Download Kumpulan PKPU RI Tahun 2018
Download Kumpulan PERBAWASLU RI Tahun 2017
Sementara Pasal 76 ayat (1) juga menjelaskan "Parpol atau Gabungan Parpol yang menarik Paslon dan/atau Paslon mengundurkan diri, Parpol atau Gabungan Parpol tidak dapat mengusulkan pengganti". Parpol atau Gabungan Parpol yang menarik Paslon dan/atau Palon yang mengundurkan diri dinyatakan "gugur" sebagai peserta pemilihan dan diberitahukan kepada Paslon dengan tembusan Parpol atau Gabungan Papol serta diumumkan kepada masyarakat/publik. Juga diatur dalam PKPU ini, Paslon yang dinyatakan gugur tidak mengubah nomor urut Paslon yang telah ditetapkan.

Penulis: Geroge da Silva* (Direktur Lembaga Research and Consultant)
Pemantau dan Evaluasi Otonomi Daerah. 

*Tulisan ini hanya menambah wawasan tidak ada keberpihakan ke salah satu Calon