Saatnya Perempuan Beraksi Dalam Pemilu | Alim Mustofa -->
Cari Berita

Advertisement

Saatnya Perempuan Beraksi Dalam Pemilu

Selasa, 02 Januari 2018

AlimMustofa.com - Peran perempuan di muka publik sering menjadi sorotan media. Meski kerap dipandang sebelah mata, perempuan Indonesia menunjukkan peran yang signifikan dalam masyarakat, tak terkecuali dalam pemilu 2009 ini. Para perempuan seperti Cut Nyak Dien, Cut Meutia, Martha Tiahahu, dan RA Kartini, sudah memainkan peran di masa lalu, dengan cara masing-masing. Bagaimana kiprah perempuan masa kini dalam wilayah publik seperti pemilu legislatif ini?.

Dalam setiap tingkatan penyelenggara pemilu dapat dipastikan ada keterwakilan perempuan. Di Panitia Pemungutan Suara (PPS) misalnya, satu dari tiga anggotanya dipastikan dari perempuan, seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Bahkan tidak sedikit perempuan yang menjadi Ketua PPS. Hal ini sekurangnya bisa saya temui di Kelurahan Kesatriyan, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, yang memiliki seorang perempuan bernama Siti Nurzanah, S.Pd sebagai Ketua PPS.

Perempuan yang berprofesi sebagai Guru Sekolah Dasar Negeri Banjar Arum III Singosari Kabupaten Malang ini memberikan kontribusinya dalam suksesnya pemilu di wilayahnya. Ditemui di rumahnya di Perumahan Militer Daerah Jalan Hamid Rusdi, Ketua PPS yang mulai aktif sejak Pemilihan Kepala Daerah dan Pemilihan Gubernur Jatim tahun lalu, ini banyak bercerita tentang suka dukanya selama bertugas sebagai Ketua PPS.

Saat menemui saya, ia pun duduk di antara tumpukan berkas rekapitulasi perolehan suara, surat pertanggungjawaban dan lembar kerja pendukung PPS di depan meja komputernya yang masih menyala. Kesibukan Nurzanah sebagai Ketua PPS tampaknya belum juga beringsut, meski pemilu telah usai. Kesibukan yang sangat luar biasa dialami ibu dari dua orang anak saat memasuki tanggal 7 April, alias H-2 pemilu. Ia harus berangkat ke PPS pukul tujuh pagi, dan terus berkutat dengan persiapan logistik pemilu yang harus benar-benar siap seluruhnya. Nurzanah ingin memastikan, tidak ada kendala pada saat hari pelaksanaan pemilu. Karena, jika itu terjadi maka pelaksanaan pemilu di wilayah ia pimpin akan terganggu. Ia pun harus mengecek satu persatu kelengkapan logistik untuk setiap kotak suara di masing - masing Tempat Pemungutan Suara (TPS), sebelum dikirim ke KPPS. Selain itu, ia juga menyempatkan diri berkeliling ke sejumlah TPS untuk memeriksa kesiapan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).

Saat itu, sepanjang hari bahkan hingga larut malam, Nurzanah bersama dua anggota PPS lainnya berupaya bekerja secara optimal. "Di pemilu kemarin, selama tiga hari saya bersama anggota yang lain jarang pulang. Tanggal 8 April saya berangkat jam tujuh pagi, dan pulang dari PPS jam satu dini hari. Bahkan pada hari pelaksanaan pemilihan saya berangkat jam enam pagi pulang keesokan harinya jam tujuh pagi. Itu pun hanya untuk sekadar mandi dan ganti pakaian kemudian harus rapat di PPK," kisah Nurzanah.

Kesibukan seperti yang dialami Nurzanah ini tentu terjadi di semua penyelenggara pemilu di setiap tingkatan. Tidak jarang mereka harus mengajukan cuti demi persiapan dan pelaksanaan pemilu. Nurzanah sendiri biasanya meminta tolong rekan gurunya untuk menjadi guru pengganti dengan materi yang telah disiapkan sebelumnya. Ia selalu berusaha, agar kesibukannya di PPS tidak sampai menggangu jam belajar siswanya.
Apa yang dijalani Nurzanah bukan tanpa risiko, yang terkadang tak terpikirkan olehnya. Hal yang paling menyebalkan baginya, adalah pada saat menerima keluhan warga yang namanya tidak tercantum dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Belum lagi persoalan kurangnya surat suara di masing- masing kotak suara di tiap TPS. Karena cukup besarnya kekurangan ini, KPUD harus turun langsung menangani masalah tersebut. "Kalau soal pulangnya sampai malam saya enggak mikirin, meskipun sering di-complain oleh suami dan anak. Tetapi alhamdulilah, masalah cepat terselesaikan," kata Nurzanah. Ia tidak menafikkan, bahwa menjadi anggota PPS adalah tantangan tersendiri bagi yang sudah berkeluarga. Ia mengaku merasa beruntung saat sang suami segera memahami aktivitasnya, setelah melihat sendiri kesibukannya di PPS.

Saya kemudian juga mengunjungi PPS Kelurahan Polehan yang tengah sibuk memperbaiki Daftar Pemilih Sementara (DPS) untuk menjadi Daftar Pemilih  Tetap (DPT dalam Pemilihan Presiden Juli mendatang. Waktu menunjukan pukul 19.12 menit, saat saya diterima Tuti Kusmiati, SP di ruang kerjanya. Seperti Nurzanah, perempuan berjilbab berusia 38 tahun ini juga menjadi Ketua PPS sejak Januari tahun lalu, saat pelaksanaan Pemilihan Walikota Malang dihelat. Meski kesulitan demi kesulitan kerap ditemui, tetapi semangatnya melaksanakan tugas sebagai penyelenggara pemilu tingkat kelurahan seoleh tak luntur. Tetapi, dari semua hal yang dialaminya, satu yang paling mengesalkan adalah kelakuan Sekretariat PPS yang tidak bisa diajak kerjasama. "Pernah saya sampikan ke Lurah tetapi tidak ada tanggapan. Mungkin orang tersebut adalah orang pilihan lurahnya. Kalau soal protes dari pemilih atau dari caleg tidak begitu saya keluhkan," kata Tuti.

Sementara itu, keluhan dari suami atau anak biasanya ia siasati dengan meminta izin dari anggota PPS lainnya untuk libur satu hari bersama keluarga. Tuti tak lain juga berprofesi sebagai guru di sebuah Taman Kanak-Kanak. Selain kesibukan mengajar di TK dan menjadi Ketua PPS, perempuan berkulit kuning langsat ini juga mengajar di Pos Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di RW di mana Tuti tinggal.
Download Kumpulan PKPU RI Tahun 2018
Download Kumpulan PERBAWASLU RI Tahun 2017

Di antara rasa letih dan kekesalan di hati Nurzanah dan Tuti, terselip perasaan bahagia karena banyak pengalaman yang mereka dapat saat menjadi panitia penyelenggaraan pemilu. Kini sedikit banyak mereka mengetahui bagamana hiruk pikuknya dunia politik. Melihat kiprah Nurzanah, Tuti dan perempuan Indonesia lain, kiranya Cut Nyak Dien, Cut Meutia, Christina Martha Tiahahu, RA Kartini dan tokoh-tokoh perempuan lain yang telah tiada, bisa tersenyum di 'sana'. (Alim Mustofa, Malang)