Hikmah Puasa Ramadhan Dalam Kampanye PILKADA | Alim Mustofa -->
Cari Berita

Advertisement

Hikmah Puasa Ramadhan Dalam Kampanye PILKADA

Jumat, 18 Mei 2018

AlimMustofa.com - Marhaban ya ramadhan, bulan suci penuh berkah dan ampunan dari Allah SWT, Kembali ke fitrah dengan menjalankan ibadah puasa ramadhan secara bersungguh -sungguh dan bertobat dengan introspeksi diri jujur mengakui dosa-dosa yang telah perbuat kepada Allah illahi robbi.

Kembali mencermati makna berpuasa yang sebenar-benarnya adalah dapat dilihat dari beberapa sisi antara lain; Memperbanyak amal ibadah membaca ayat suci Al-Quran, memeprbanyak sholat malam menyambut malam seribu bulan, pengendalian diri dari hal-hal yang haram, emosi dan menahan diri dari hal yang tercela, menghindarkan diri dari pembuatan yang dapat mencelakakan orang lain, menghindarkan diri dari pemberian yang menjerumuskan orang lain meski niatnya beramal.

Banyak hal yang harus diperhatikan bagi umat Islam dalam menjalankan ibadah puasa Ramadhan dalam aktifitas sehari-hari. Prilaku diri dalam membangun relasi sosial akan diuji dengan berbagi persoalan dalam pergaulan baik dilingkungan rumah, tetangga, lingkungan kerja dan lingkungan sosial lainnya.

Kesabaran dan kejujuran kita akan diuji dibulan ramadhan ini, nafsu kita akan di uji oleh lingkungan, kesabaran kita akan diuji oleh relasi kerja dan relasi sosial lainnya. Jangan sampai berpuasa hanya menggugurkan kewajiban dan hanya memperoleh lapar dan dahaga saja. Jangan terjebak dalam hal –hal yang dapat menghilangkan pahala puasa, dengan membiarkan diri kita terbawa dalam perbuatan yang dapat merugikan diri sendiri dan merugikan orang lain.

Ramadhan Dan Kampanye
Menahan diri dalam konteks kampanye pemilu atau pemilihan adalah menahan diri dari perbuatan tercela seperti fitnah, ghibah, hoax, ujaran kebencian, adalah menjadi spirit kita untuk senantiasa mampu menghidari perbuatan tersebut selama bulan ramadhan dan paska bulan ramadhan. Hal ini juga merupakan bagian dari ujian selama menjalankan ibadah puasa, apakah kita mampu membawa diri menghindari perbauatan yang sia-sia tersebut.

Nabi Muhammad shalallahu”alaihi Wassalam pernah bersabda, “Hindarilah oleh kalian perbuatan ghibah, Karena ghibah dosanya lebih besar dari pada berzina. Seseorang terkadang bezina kemudian bertaubat kepada Allah Subhanahu Wata’ala dan diterima oleh Allah. Sedang orang yang berbuat ghibah, dia tidak akan diampuni sampai orang yang dia ghibah-I memaafkannya “. ( Ihya Ulumuddin, Imam Abu Hamid Muhammad Bin Al Ghazali, jilid 4, hal 411).

Untuk itu, menahan diri adalah upaya terbaik untuk menuju tertib, taat pada peraturan atau ketentuan pemilu atau pemilihan dalam hal berkampanye  untuk meraih simpati pemilih. Hindari perbuatan yang seolah baik tetapi sesungguhnya dapat mencelakan orang  lain karena kesengajaan atau ketidaksengajaan.

Sebagaimana termaktub dalam pasal 73 ayat 1 undang-undang  nomor 1 tahun 2015, sebagaimana dirubah terakhir kali melalui Undang – undang nomor 10 tahun 2016. Bahwa “Calon dan/atau tim Kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara Pemilihan dan/atau Pemilih”.

Jika hal ini dilakukan oleh pasangan calon, tim pasangan calon , relawan atau siapapun (setiap orang), tentu ini akan membawa orang lain menjadi celaka. Karena hal ini dilarang dalam pasal 187A ayat 1  bahwa “ Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Diayat (2) Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Implikasi sanksi pidananya dijatuhkan kepada pemberi dan penerima pemberian tersebut, meski dengan alasan ketidaktahuanya, sebab dalam fiksi hukum Negara bahwa ketika undang-undang telah di undangkan dalam hal di muat dalam lembaran Negara, maka setiap warga Negara dianggap telah mengetahuinya.

Akankah kita sanggup mencelakakan saudara kita, tetangga kita, calon pemilih kita dengan pemberian uang atau materi lainnya yang berakibat menjerumuskan mereka ke persoalan hukum. Mungkin tidak dilarang orang beramal saat bulan ramadhan, tetapi harus memahami dalam konteks pilkada atau pemilu, jika seseorang telah menjadi pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah, maka harus memahami jika dalam hal apapun adalah terikat peraturan perundang-undangan pemilihan yang tidak dapat dipisahkan.

Hal lain bagi calon kepala daerah yang sedang berkompetisi dalam pilkada, juga kepada tim pasangan calon, harus mampu menahan diri untuk tidak berkampanye di tempat ibadah atau tempat pendidikan. Karena ini sama halnya dengan ujian kepatuhan terhadap peraturan Negara dalam pilkada, ketaatan pada bulan ramadhan tidak saja dalam hal beribadah tetapi juga kepada kesalehan sosial. Apakah diri kita termasuk orang yang mampu dalam menahan diri dari perbuatan yang sia-sia, tercela atau perbuatan yang mencelakakan orang lain.

Pasal 69 huruf I Dalam Kampanye dilarang menggunakan tempat ibadah dan tempat pendidikan, Pasal 187 ayat (3) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan laranganp elaksanaan Kampanye Pemilihan Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf g, huruf h, huruf i, atau huruf j dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).

Prinsipnya dalam bulan ramdhan ini marilah kita senantiasa mampu menahan diri dari perbuatan yang sia-sia, mampu menahan diri dari perbuatan yang akan mencelakai atau menjerumuskan orang lain. Bersihkan hati, sucikan diri kembali kefitrah selama menunaikan ibadah puasa bulan ramadhan.

Penulis: Alim Mustofa