Status Tersangka KPK Tidak Menggugurkan Pencalonan Dalam Pemilihan Kepala Daerah - Edisi 2 | Alim Mustofa -->
Cari Berita

Advertisement

Status Tersangka KPK Tidak Menggugurkan Pencalonan Dalam Pemilihan Kepala Daerah - Edisi 2

Rabu, 04 April 2018


Alimmustofa.com - Sebagaimana tulisan terdahulu, dalam PKPU No 3 Tahun 2017 masih memberi kesempatan kepada Parpol atau Gabungan Parpol apabila ada hal2 yang sangat urgen dan tidak bisa dihindari dari kenyataannya. Pasal 78 ayat (1) menyatakan "Penggantian Bakal Calon atau Calon dapat dilakukan oleh Parpol atau Gabungan Parpol atau Calon Perorangan dalam hal; a. dinyatakan tidak memenuhui syarat kesehatan, b. berhalangan tetap, dan c. dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap".

Berhalangan tetap yaitu dalam keadaan meninggal dunia dibuktikan dengan Surat Keterangan dari Lurah/Kepla Desa setempat, dan tidak mampu melaksanakan tugas secara permanen dibuktikan dengan Surat Keterangan Dokter Rumah Sakit Penerintah. Jadi, Abah Anton dan Ananda tidak masuk dalam kriteria ini, sehingga Parpol/Gabungan Parpol tidak bisa menggantikan dengan calon atau figur lainnya.

Sedangkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, keduanya belum menjadi terdakwa dan belum disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

UU PEMERINTAHAN DAERAH


Bagaimana dengan UU No 23 Tahun 2014 yang mengatur tentang kepala daerah telah dilantik dan menjabat kepala daerah, prosedur, mekanisme pemberhentian kepala daerah jika menjadi terdakwa, ditahan dalam proses sidang di Pengadilan Negeri karena perbuatan pidana kriminal dan di Pengadilan Tipikor karena perbuatan pidana korupsi.

Abah Anton setelah berakhir masa kampanye dan memasuki masa tenang kembali lagi sebagai Walikota Malang aktif. Tetapi sehubungan dengan penahanan oleh KPK, maka akan terjadi Pelaksana Tugas (Plt). Apakah Wakil Walikota Malang Sutiaji yang juga kembali aktif jika tidak terseret dan ditahan dalam kasus ini, apakah masih tetap Plt pejabat yang sekarang, semuanya tergantung dari Gubernur Jatim Pak dhe Karwo sebagai wakil pemerintah pusat.

Seandainya Abah Anton atau Ananda yang keluar sebagai pemenang dalam Pilkada, sedang berdua ditahan dan disidangkan, kemudian mengikuti jadwal atau tahapan pelantikan. "akan terasa lucu" apabila diambil sumpah/janji seperti yang diamanatkan UU No 23 Tahun 2014, Pasal 61 "Kepala Daerah sebelum memangku jabatannya dilantik dengan ucapan sumpah/janji yang dipandu oleh pejabat yang melantik" dan disaksikan para undangan. Isi dari sumpah/janji yang diucapkan adalah kata2, "....dan menjalankan segala UU dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada masyarakat, nusa dan bangsa".

Sumpah/Janji ini menyebut Allah/Tuhan sebagai saksi, tetapi keduanya "diduga" melakukan perbuatan melawan hukum. Apakah layak dan pantas. Jika keduanya tidak melanggar ketentuan perundang-undangan, maka berani mengucapkan sumpah/janji. Tetapi, keduanya merasa pernah melanggar sebaiknya jangan mengambil/mengucapkan sumpah/janji dan tidak mau dilantik, karena Allah/Tuhan maha mengetahui segalanya.

Setelah dilantik kembali ke tahanan KPK, maka diatur dalam Pasal 65 ayat (3) menyatakan "Kepala Daerah yang sedang menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara, wakil kepala daerah melaksankan tugas dan wewenang kepala daerah".

Prosedur dan mekanismenya kepala daerah dilantik dulu, setelah itu kembali ke tahanan dan dikeluarkan tugas serta kewenangan kepala daerah dengan mengangkat wakil kepala daerah sebagai Plt sampai kasusnya mempunyai kekuaran hukum tetap, baru wakilnya dapat dilantik menjadi kepala daerah dengan melihat regulasi lainnya.

PEBERHENTIAN KEPALA DAERAH


Dalam UU No 23 mengatur tentang pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah. Pasal 78 ayat (1) menyatakan "kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena; a. meninggal dunia, b. permintaan sendiri, dan c. diberhentikan". Pemberhentian ini antara lain melanggar sumpah/janji kepala daerah/wakil kepala daerah dan melakukan perbuatan tercela.

Jika Abah Anton dan Ananda dengan sukarela mengundurkan diri atas permintaan sendiri sebelum putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, karena merasa proses hukum yang panjang dan demi kepentingan  masyarakat Kota Malang.

Apabila putusan Pengadilan Tipikor menghukum dengan pidana penjara, maka tergantung dari pribadi masing-masing melakukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT). Apabila PT menghukum pidana penjara tetap seperti yang dijatuhkan PN, atau bertambah atau berkurang. Apabila merasa tidak puas dengan putusan tersebut selanjutnya melakukan Kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

Maka dalam Pasal 79 menjelaskan "Pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diumumkan oleh pimpinan DPRD dalam rapat paripurna. Selanjutnya pimpinan DPRD mengusulkan pemberhentian kepada Presiden melalui menteri dalam negeri gubernur dan/atau wakil gubernur sebagai wakil pemerintah pusat untuk bupati dan/atau wakil bupati atau walikota dan/atau wakil walikota untuk mendapat pemberhentian.

Download Kumpulan PKPU RI Tahun 2018
Download Kumpulan PERBAWASLU RI Tahun 2017
Selanjutnya apabila dalam hal pimpinan DPRD tidak mengusulkan pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepla daerah, Presiden memberhentikan gubernur dan/atau wakul gubernur atas usul menteri serta menteri memberhentikan bupati dan/atau wakil bupati dan walikota dan/atau wakil walikota atas usul gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat. Jika gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat tidak mengusulkan pemberhentian bupati dan/atau wakil bupati atau walikota dan/atau wakil walikota, Menteri memberhentikan bupati dan/atau wakil bupati atau walikota dan/atau wakil walikota.

Proses dan mekanisme pemberhentian kepala daerah/wakil kepala daerah masih panjang sebelum mempunyai kekuatan hukum tetap, maka saya mengajak kita sama-sama membaca dan menyimak UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mulai Pasal 78 sampai dengan Pasal 93 dan ketentuan yang mengatur pemberhentian kepala daerah/wakil kepala daerah. Hanya sekelumit penjelasan. (Geroge da Silva, Direktur Lembaga Research and Consultant Pemantau dan Evaluasi Otonomi Daerah).

Penulis: Geroge Da Silva (Direktur Lembaga Research and Consultant Pemantau dan Evaluasi Otonomi Daerah)
*Tulisan ini hanya menambah wawasan tidak ada keberpihakan kepada salah satu calon