Media Sosial, Senjata Tajam Super Mengerikan Dalam PILKADA | Alim Mustofa -->
Cari Berita

Advertisement

Media Sosial, Senjata Tajam Super Mengerikan Dalam PILKADA

Minggu, 31 Desember 2017

AliMustofa - Media sosial, nampaknya menjadi salah satu senjata tajam sekaligus mengerikan dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Karena kampanye menggunakan media sosial (medsos) tak jarang berujung pada upaya kampanye hitam. Hal ini juga menyangkut Pilkada 2018.

Pengalaman terkait penggunaan medsos sangat tampak jelas dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta beberapa saat lalu. Medsos seolah menjadi kekuatan yang sangat besar, dan berdampak pada berbagai aspek. Tak hanya masyarakat DKI Jakarta, efek secara tak langsung pun dirasakan masyarakat di seluruh penjuru Indonesia.

Ketua Divisi Humas dan Sosialisasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Malang, Ashari Husein menyampaikan, kampanye menggunakan medsos memang tak bisa dihindarkan untuk saat ini. Maka salah satu upaya yang dilakukan untuk mencegah adanya kampanye gelap adalah dengan menggandeng pihak kepolisian yang bertugas dalam bidang IT.

“Intinya kami akan bekerjasama dengan pihak berwajib untuk membatasi informasi di medsos,” terangnya.

Tonton Juga, Resolusi 2018 Warga Malang Raya 
Saat ini, lanjutnya, memang tidak ada surat edaran secara resmi untuk larangan berkampanye menggunakan medsos. Namun dia menegaskan, jika peran masyarakat perseorangan sangat penting untuk memerangi upaya kampanye yang tak diinginkan itu. Pilkada 2018 diharap bisa berjalan sebersih-bersihnya.

Sementara itu, Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kota Malang, Alim Mustofa menambahkan, sebagaimana tugasnya, maka Panwaslu akan tetap melakukan pengawasan dalam hal kampanye. Terlebih saat ini Panwaslu juga memiliki kewenangan untuk menindak. Sehingga bisa lebih memonitor jalannya Pilkada 2018 nanti.

“Ketika ada yang tidak beres, maka sudah pasti akan langsung ditindak,” urainya.

Bukan sekedar kampanye hitam melalui medsos, politik uang dalam hal ini menurutnya juga perlu menjadi perhatian sendiri. Karena politik uang dalam demokrasi Indonesia masih sangat lumrah didapatkan.

Para calon tak jarang memberikan uang kepada warga untuk memperoleh suara. Sebaliknya, warga menerima uang tersebut meski pada kenyataannya yang didapat tak hanya dari satu pasangan saja, tapi dari banyak pasangan.

Untuk memerangi itu, lanjutnya, maka pasangan yang ketahuan melakukan akan ditindak dan tak dapat mengikuti pemilihan meski telah ditetapkan sebagai bakal calon. Sedangkan penerima, juga sudah pasti akan mendapat hukuman.

“Pemberi dan penerima dalam hal ini sama-sama salah. Tapi ya itu, tak banyak warga yang mau menolak pemberian uang dari bakal calon pemimpin,” urainya.

Sumber: www.malangtoday.net